Selain urusan tata kelola, janji pemerintah untuk peremajaan perkebunan sawit belum tuntas. Sejak program replanting dilaksanakan Kementerian Pertanian bersama Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit enam tahun lalu, kemajuannya selalu di bawah target.
Walhasil, produktivitas perkebunan sawit masyarakat masih rendah. Rata-rata per kebun sawit rakyat hanya menghasilkan 3,16 ton tandan buah segar (TBS) kelapa sawit per hektare saban tahun. Angka ini hampir dua kali lipat lebih rendah dibanding Malaysia yang mampu menghasilkan 6 ton TBS per hektare setiap tahun.
Koordinasi pusat-daerah dalam evaluasi izin sawit juga masih menjadi pekerjaan rumah. Berdasarkan informasinya yang diterima Hariadi, baru 10 dari 234 otoritas daerah yang melaksanakan kebijakan moratorium. Sebagian besar di antaranya pun menunggu kepastian terkait penundaan tersebut.
Sejauh ini baru Pemerintah Papua Barat yang melakukan evaluasi tata kelola sawit besar-besaran bersama Komisi Pemberantasan Korupsi. Proses itu–yang juga melibatkan Hariadi–mendapati lebih dari 20 izin bermasalah, Sebanyak 12 izin seluas 267 ribu hektare di antaranya telah dicabut.
Hariadi meminta pemerintah melanjutkan kebijakan penundaan pemberian izin sawit baru. Penundaan itu pun harus dibarengi dengan langkah drastis membenahi tata kelola sawit–salah satu komoditas unggulan tanah air.
“Pemerintah harus membuat moratorium substansial, bukan moratorium politik–demi menghadapi desakan Eropa,” tutur dia.
Pembenahan berisiko terganjal UU Cipta Kerja
Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Adrianus Eryan, pesimistis kebijakan moratorium sawit bakal berlanjut. Pasalnya, sejumlah muatan kebijakan itu berseberangan dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Adrianus mencontohkan, kebijakan penundaan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit justru berlawanan dengan revisi Pasal 110A dan Pasal 110B Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Pasal 110A mengatur setiap kegiatan yang tumpang tindih dalam kawasan hutan masih dibolehkan beroperasi selama menyetor sejumlah uang ke negara.
Baca Juga: Dirjenbun Kementan Gelar Sosialisasi Penelitian dan Pengembangan Kelapa Sawit
Sedangkan Pasal 110B mengatur kegiatan tak berizin di dalam kawasan hutan dapat dilegalkan. Pelanggar hukumnya hanya dikenai sanksi administratif.