Perlawanan di Ruang Digital Jalan Terus, Meski Pemerintah Menggerus

Liberty Jemadu Suara.Com
Sabtu, 11 September 2021 | 12:11 WIB
Perlawanan di Ruang Digital Jalan Terus, Meski Pemerintah Menggerus
Salah satu cuitan bernada ancaman dari kepolisian di internet dan menuai kontroversi. [Twitter/suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kemajuan media digital adalah pedang bermata dua. Di Asia Tenggara, media digital hadir sebagai alat penting aktivisme. Namun, kelicikan politikus otoriter dan peningkatan kontrol pada internet nyatanya menindas masyarakat demokratis, demikian dikatakan pakar politik Aim Sinpeng dari University of Sidney, Australia.

Gesekan antara kekuatan digital yang saling bertentangan ini juga sedang terjadi di Indonesia. Di satu sisi, internet telah membantu publik menyuarakan kritik terhadap pemerintah. Namun, di sisi lain, teknologi digital telah membantu penguasa membungkam kritik.

Pelanggaran kebebasan selama pandemi

Selama pandemi, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan dan inisiatif baru untuk mengendalikan arus informasi di dunia maya.

Pihak berwenang mengklaim bahwa langkah-langkah ini perlu untuk melindungi bangsa di tengah kemajuan teknologi digital. Tapi tampaknya, peraturan dan inisiatif ini justru menghalangi warga untuk berinteraksi di dunia digital.

Tahun lalu, kepolisian memerintahkan personilnya untuk mengadakan patroli siber.

Patroli tersebut bertujuan untuk memantau peredaran opini dan berita, penyebaran hoaks terkait COVID-19, respons pemerintah terhadap pandemi, dan penghinaan terhadap presiden dan pejabat pemerintah.

Namun, parameter yang digunakan dalam patroli untuk menentukan informasi COVID-19 serta respons atas hoaks tidak jelas.

Pada awal 2021, polisi mengumumkan pemberian penghargaan bagi warga yang aktif melaporkan tindak kriminal yang dilakukan di media sosial. Lagi-lagi, bagaimana persisnya penilaian dan mekanisme pemberian “Badge Award” tersebut hingga kini belum jelas. Dengan demikian, hal itu justru dapat mendorong warga untuk saling mencari-cari kesalahan dalam aktivitas online.

Polisi juga membentuk unit baru, yaitu “polisi virtual” atau polisi siber. Unit ini bertugas memantau media sosial dan mengeluarkan peringatan untuk konten yang melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Baca Juga: Datang Langsung, Moeldoko Laporkan Dua Peneliti ICW ke Bareskrim Polri Pakai UU ITE

UU ITE disahkan pada 2008 untuk melindungi konsumen dalam transaksi elektronik via internet seiring meningkatnya kegiatan ekonomi daring. Tapi, dalam praktiknya, pemerintah dan aparat penegak hukum justru menyalahgunakan UU ini untuk membungkam para pengritik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI