Perempuan Paling Rentan Alami Kekerasan Akibat Pinjol Ilegal, Termasuk Pelecehan Seksual

Liberty Jemadu Suara.Com
Jum'at, 10 September 2021 | 23:06 WIB
Perempuan Paling Rentan Alami Kekerasan Akibat Pinjol Ilegal, Termasuk Pelecehan Seksual
Perempuan kerap mengalami kekerasan, termasuk pelecehan seksual, saat terjerat pinjol ilegal. Ilustrasi pelecehan seksual. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait mengatakan bahwa perempuan pengguna aplikasi pinjaman online atau pinjil ilegal rentan mengalami kekerasan berbasis gender siber (KBGS).

"Berdasarkan data aduan pengguna aplikasi pinjaman online (kepada LBH Jakarta, red.), sebesar 72,08 persen adalah perempuan dan 22 persen di antaranya pasti mengalami KBGS," kata Jeanny dalam seminar bertajuk Pinjaman Online dan Absennya Perlindungan Negara yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube LBH Jakarta, Jumat (10/9/2021).

Ia memandang tingginya KBGS yang dialami oleh perempuan sebagai permasalahan krusial dalam kasus pinjol ilegal. KBGS acap kali terjadi ketika petugas pinjaman online melakukan penagihan dan menargetkan perempuan sebagai korbannya.

Adapun bentuk-bentuk KBGS yang terkait dengan pinjaman online adalah menyasar korban perempuan dan memberi ancaman akan membunuh anak korban, menyuruh perempuan (peminjam) untuk menjual diri, menyebarluaskan informasi pinjaman kepada rekan-rekan kantor dan atasan korban agar korban di-PHK, bahkan menyebarkan foto-foto atau data pribadi yang mengakibatkan korban malu dan melakukan upaya bunuh diri.

Baca Juga: OJK: Pinjol Ilegal Ibarat Rentenir, Bukan Bagian Sektor Jasa Keuangan

"Bahkan ada peminjam laki-laki yang diancam, 'Jika kamu tidak bisa bayar, suruh saja istrimu tidur dengan saya biar tagihannya lunas'. Ini merendahkan derajat perempuan," ucap Jeanny.

Tindakan yang diterapkan oleh penagih pinjaman online, menurut Jeanny, merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), khususnya hak atas privasi dan hak atas rasa aman. Pelanggaran tersebut dapat dilihat dari berbagai upaya penagihan yang diikuti dengan penyebaran data KTP, wajah, data-data di galeri, serta diperburuk oleh pengancaman, penipuan, fitnah, dan pelecehan seksual.

"Ini pelanggaran hak atas rasa aman," kata Jeanny menegaskan.

Oleh karena itu, Jeanny mengatakan bahwa peran aktif negara sangat dibutuhkan guna mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM dalam praktik pinjaman online. Apalagi, pinjaman online memiliki kaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat yang juga menjadi tanggung jawab dari negara.

"Dibutuhkan kebijakan, aturan, dan pengawasan oleh negara yang seluas-luasnya agar hak ini terlindungi," tutur Jeanny.

Baca Juga: Minta Polisi Berantas Pinjol Ilegal, Komisi III DPR: Kerap Lakukan Aksi Teror

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI