Suara.com - Laporan ekstensif oleh ProPublica mengklaim bahwa WhatsApp tidak bersifat pribadi seperti klaim yang digembar-gemborkan perusahaan.
Aplikasi layanan pesan tersebut sebelumnya mengatakan bahwa Facebook tidak dapat membaca pesan yang dikirim antar pengguna.
Namun, laporan ProPublica mengklaim bahwa Facebook membayar lebih dari 1.000 pekerja kontrak di seluruh dunia, untuk membaca dan memoderasi pesan WhatsApp yang seharusnya bersifat pribadi atau terenkripsi.
Tak hanya itu, perusahaan tersebut juga dilaporkan membagikan data pribadi tertentu dengan lembaga penegak hukum, seperti Departemen Kehakiman Amerika Serikat.
Baca Juga: Nggak Bakal Ribet! Cara Cek NIK KTP Secara Online
Laporan ini muncul setelah bos Facebook Mark Zuckerberg berulang kali mengatakan bahwa pesan WhatsApp tidak dilihat oleh perusahaan induk.
"Kami tidak melihat konten apa pun di WhatsApp," kata Zuckerberg saat memberikan kesaksian di hadapan Senat Amerika Serikat pada 2018.
WhatsApp menawarkan privasi ketika pengguna baru mendaftar untuk layanan ini.
Aplikasi tersebut menekankan bahwa pesan dan panggilan pengguna diamankan sehingga hanya pengguna dan orang-orang yang berkomunikasi yang dapat membaca atau mendengarkannya.
"Jaminan privasi itu tidak benar. WhatsApp memiliki lebih dari 1.000 pekerja kontrak yang memenuhi lantai gedung perkantoran di Austin, Texas, Dublin, dan Singapura, tempat mereka memeriksa jutaan konten pengguna," lapor ProPublica, dikutip dari New York Post, Rabu (8/9/2021).
Baca Juga: Begini Penampakan Reaksi Emoji yang Segera Hadir di WhatsApp
Facebook mengakui bahwa para pekerja tersebut menghabiskan hari untuk memilah-milah konten yang ditandai pengguna WhatsApp dan algoritme layanan itu sendiri, termasuk penipuan, pornografi anak, hingga rencana teroris.
Menurut halaman FAQ WhatsApp, ketika pengguna melaporkan penyalahgunaan, moderator WhatsApp mengirim pesan terbaru yang dikirimkan kepada pengguna oleh pengguna lain atau grup dilaporkan.
ProPublica menjelaskan karena pesan WhatsApp dienkripsi, sistem kecerdasan buatan tidak dapat secara otomatis memindai semua obrolan, gambar, dan video, seperti yang dilakukan di Facebook dan Instagram.
Sebaliknya, laporan tersebut mengungkapkan bahwa moderator WhatsApp mendapatkan akses ke konten pribadi ketika pengguna menekan tombol "laporkan" pada aplikasi, mengidentifikasi pesan yang diduga melanggar persyaratan layanan platform.
Menurut mantan insinyur dan moderator WhatsApp yang tak disebutkan namanya kepada ProPublica, itu meneruskan lima pesan termasuk yang diduga menyinggung, bersama dengan empat pesan sebelumnya ke WhatsApp dalam bentuk yang tidak diacak.
Selain pesan, para pekerja melihat informasi tidak terenkripsi lainnya seperti nama dan gambar profil grup WhatsApp pengguna, serta nomor telepon, pesan status foto profil, tingkat baterai ponsel, bahasa, dan akun Facebook serta Instagram terkait.
ProPublica juga mengatakan bahwa WhatsApp membagikan metadata atau catatan tidak terenkripsi yang dapat mengungkapkan banyak hal tentang aktivitas online pengguna dengan lembaga penegak hukum.
Departemen Kehakiman mengklaim data pengguna WhatsApp membantu jaksa, mengetahui kasus profil tinggi terhadap seorang karyawan Departemen Keuangan yang membocorkan dokumen rahasia ke BuzzFeed News dalam mengungkap bagaimana uang kotor diduga mengalir melalui bank-bank Amerika Serikat.
Sama seperti platform media sosial lainnya, WhatsApp terjebak di antara pengguna yang mengharapkan privasi dan lembaga penegak hukum, menuntut agar platform tersebut menyerahkan informasi yang akan membantu memerangi kejahatan serta penyalahgunaan online.
Namun, CEO WhatsApp Will Cathcart mengatakan dalam sebuah wawancara baru-baru ini bahwa tidak ada konflik kepentingan.
"Saya pikir kita benar-benar dapat memiliki keamanan dan keselamatan bagi orang-orang melalui enkripsi end-to-end dan bekerja dengan penegak hukum untuk menyelesaikan kejahatan," kata Cathcart dalam wawancara YouTube pada Juli lalu.
Tetapi, masalah privasi perusahaan tidak sesederhana itu. Sejak Facebook membeli WhatsApp pada 2014 seharga 19 miliar dolar AS, Zuckerberg telah berulang kali meyakinkan pengguna bahwa dia akan merahasiakan datanya.
Pada 2016, WhatsApp mengungkapkan akan mulai berbagi data pengguna dengan Facebook, sebuah langkah yang memungkinkan perusahaan menghasilkan pendapatan.
Rencana tersebut termasuk berbagi informasi seperti nomor telepon pengguna, foto profil, pesan status, dan alamat IPO, sehingga Facebook dapat menawarkan saran teman yang lebih baik dan menayangkan iklan yang lebih relevan.
Tindakan itu menempatkan Facebook dalam radar regulator. Pada Mei 2017, regulator antimonopoli Uni Eropa mendenda perusahaan tersebut sebesar 122 juta dolar AS karena klaim palsu sebelumnya yang menyebut, tidak menghubungkan informasi pengguna antara WhatsApp dan keluarga aplikasi Facebook.
Tak hanya sampai di sana, Facebook terus menjadi target masalah keamanan dan privasi.
Pada Juli 2019, perusahaan mendapat denda 5 miliar dolar AS oleh Komisi Perdagangan Federal karena melanggar perjanjian sebelumnya untuk melindungi privasi pengguna.
Denda itu hampir 20 kali lebih besar daripada hukuman terkait privasi sebelumnya dan kesalahan Facebook termasuk menipu pengguna tentang kemampuan untuk mengontrol privasi informasi pribadi.
Terlepas dari itu, WhatsApp masih berusaha mencari cara untuk menghasilkan uang sambil menjaga privasi.
Pada 2019, layanan itu mengumumkan akan menghadirkan iklan dalam aplikasi, tetapi rencana kontroversial tersebut ditinggalkan beberapa hari sebelum iklan diluncurkan.
Awal tahun ini, WhatsApp meluncurkan perubahan dalam kebijakan privasinya yang mencakup tenggat waktu satu bulan untuk menerima kebijakan tersebut atau pengguna tidak dapat mengakses aplikasi.
Kebijakan tersebut akan memungkinkan pengguna untuk mengirim pesan langsung ke bisnis di platformnya.
Itu mengharuskan pengguna menyetujui percakapan yang disimpan di server Facebook, membuat banyak pengguna berpikir bahwa Facebook akan memiliki akses ke obrolan pribadi.
Kekhawatiran tersebut memicu reaksi besar-besaran dan menyebabkan puluhan juta pengguna meninggalkan WhatsApp, pindah ke aplikasi pesaing seperti Signal dan Telegram.
Meski jumlah pengguna menurun, WhatsApp terus maju dengan perubahan pada Februari tetapi tetap meyakinkan pengguna bahwa pesan dalam layanan tersebut akan tetap bersifat pribadi.