Suara.com - Kumpulan dokumen terbaru yang diperoleh media investigasi terkemuka Amerika Serikat, The Intercept, mengungkap bahwa pemerintah AS telah mendanai riset virus corona di Wuhan, China. Salah satu bagian dari riset diduga adalah eksperimen untuk mengubah virus corona sehingga bisa menginfeksi manusia.
The Intercept, pada Selasa (7/9/2021), mewartakan bahwa pihaknya telah berhasil memperoleh dokumen-dokumen tersebut setelah menggugat National Institutes of Health (NIH), sebuah badan riset biomedis dan kesehatan publik pemerintah AS, menggunakan undang-undang keterbukaan informasi publik.
Temuan ini memperkuat kecurigaan bahwa virus Sars-Cov-2, pemicu wabah Covid-19, memang bocor dari laboratorium, demikian disampaikan beberapa ilmuwan yang diwawancarai The Intercept.
"Ini adalah peta jalan menuju riset berisiko tinggi yang bisa saja telah membawa kita ke pandemi yang sedang terjadi sekarang," kata Gary Ruskin, direktur eksekutif US Right To Know, sebuah kelompok yang sedang meneliti tentang asal-muasal Covid-19.
Baca Juga: Ilmuwan AS Klaim Tahu soal Covid-19 di Wuhan 2 Minggu sebelum Peringatan
Dokumen setebal lebih dari 900 halaman itu mengungkapkan bahwa Amerika, lewat Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID) telah memberikan hibah kepada EcoHealth Alliance, organisasi nirlaba di AS yang bergerak di bidang riset penyakit menular. Hibah ini diberikan untuk periode 2014 sampai 2019.
EcoHealth Alliance menerima hibah sebesar 3,1 juta dolar AS untuk meneliti virus corona pada kelelawar. Dari jumlah itu, sebanyak 599.000 dolar dialirkan ke Institut Virologi Wuhan di Wuhan, Tiongkok.
Dalam salah satu dokumen, dijelaskan bahwa Presiden EcoHealth Peter Daszak ingin menskrining ribuan sampel kelelawar untuk menemukan virus corona baru. Riset itu juga melakukan skrining terhadap orang yang bekerja atau dekat dengan binatang.
Ada beberapa informasi rinci soal riset di Wuhan yang tercantum dalam dokumen-dokumen tersebut. Di antaranya adalah tentang eksperimen yang melibatkan tikus-tikus yang direkayasa agar memiliki gen, jaringan, sistem imun, atau bagian lain dari tubuh manusia.
Eksperimen ini digelar di sebuah laboratorium dengan standar biosafety level 3 di pusat eksperimen hewan Universitas Wuhan, bukan di Institut Virologi Wuhan. Diduga eksperimen ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengubah virus corona dari kelelawar agar bisa menginfeksi manusia.
Baca Juga: Dari Binatang atau Lab China? Intelijen Amerika Gagal Temukan Asal Covid-19
Richard Ebright, pakar biologi molekular dari Universitas Rutgers, New Jersey, Amerika Serikat, mengatakan bahwa dokumen-dokumen tersebut mengandung informasi penting soal riset di Wuhan, termasuk tentang terciptanya virus corona baru.
"Virus-virus yang mereka ciptakan diuji kemampuannya untuk menginfeksi tikus yang telah direkayasa agar memiliki reseptor manusia dalam sel-selnya," jelas Ebright yang telah membaca dokumen-dokumen tersebut.
Siapa Peter Daszak?
Ebright juga menunjukkan bahwa dokumen-dokumen baru itu mengungkap bahwa ada dua jenis virus corona baru yang mampu menginfeksi tikus yang mengandung reseptor manusia tadi. Kedua virus corona itu adalah SARS dan MERS.
Penting dicatat bahwa Peter Daszak adalah salah satu anggota tim organisasi kesehatan dunia atau WHO yang dikirim untuk melakukan investigasi ke China pada Januari lalu.
Ia bersama 12 anggota tim lainnya berada di China selama empat minggu - dua pekan di antaranya terkurung di hotel karena dikarantina. Dalam investigasi itu, tim WHO tersebut dikawal ketat oleh para peneliti Tiongkok dan tak diberikan akses kepada data-data mentah yang dinilai penting untuk mengungkap asal-muasal Covid-19.
Para ilmuwan dunia, termasuk beberapa anggota tim WHO itu sendiri, mengakui bahwa investigasi di China itu tak banyak manfaatnya. Alasannya karena sebagian besar data yang mereka peroleh telah disiapkan oleh pemerintah China.
Hasil penyelidikan WHO itu menyimpulkan bahwa kemungkinan besar Covid-19 berasal dari kelelawar yang kemudian melompat ke manusia, melalui perantara binatang lain seperti trenggiling.
Daszak adalah salah satu ilmuwan yang mendukung teori ini dan menolak keras teori tentang kebocoran dari laboratorium. Dalam beberapa wawancara dengan media AS, ia mengatakan tak ada bukti bahwa Covid-19 berasal dari laboratorium dan menganjurkan agar pencarian asal-muasal Covid-19 dialihkan ke kawasan Asia Tenggara.
Sementara pada akhir Agustus kemarin, Gedung Putih mengumumkan bahwa 18 badan intelijen AS telah gagal menentukan dari mana Covid-19 berasal.
Laporan ini disusun setelah Presiden Joe Biden pada Mei lalu memerintahkan badan-badan intelijen AS untuk menyelediki soal asal-muasal Covid-19. Biden memberi mereka 90 hari untuk menyelidiki dan menyusun laporan akhir.
Perintah itu dikeluarkan Biden setelah muncul laporan bahwa badan-badan intelijen AS tidak satu suara soal Covid-19. Beberapa lembaga lebih yakin pada teori binatang, sementara ada lembaga yang condong kepada teori laboratorium.