Suara.com - Para ilmuwan memperingatkan bahwa cuaca luar angkasa ekstrem seperti badai Matahari bisa menjadi bencana besar bagi kehidupan modern di Bumi.
Matahari selalu menghujani Bumi dengan kabut partikel magnet yang disebut angin Matahari.
Untungnya, magnet Bumi dapat menghalangi sebagian besar angin tersebut sehingga tidak menyebabkan kerusakan.
Namun, para ahli memperingatkan terkadang setiap abad atau lebih, angin itu dapat meningkat menjadi badai Matahari.
Baca Juga: Ilmuwan Temukan Patung Berhala Mati Berusia 1.600 Tahun
Jika badai Matahari terjadi dan mengenai Bumi, hal itu bisa menyebabkan "kiamat internet".
Kondisi ini akan mengakibatkan sebagian besar manusia akan offline selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
"Saya melihat betapa tidak siapnya dunia menghadapi pandemi saat ini. Tidak ada protokol untuk menanganinya secara efektif dan itu sama dengan ketahanan internet. Infrastruktur kita tidak siap untuk peristiwa Matahari skala besar," kata Sangeetha Abdu Jyothi, asisten profesor di University of California.
Meski begitu, badai Matahari yang ekstrem relatif jarang terjadi.
Para ilmuwan memperkirakan kemungkinan cuaca luar angkasa ekstrem yang berdampak langsung ke Bumi antara 1,6 persen hingga 12 persen per dekade.
Baca Juga: Telkom Respons Positif Wacana Erick Thohir Membuat Holding BUMN Jasa Internet
Dalam sejarah baru-baru ini, hanya dua badai yang tercatat, yaitu pada 1859 dan 1921.
Insiden sebelumnya yang dikenal sebagai Peristiwa Carrington, menyebabkan gangguan geomagnetik yang sangat parah di Bumi, sehingga kabel telegraf terbakar dan aurora yang biasanya hanya terlihat di dekat kutub planet pun muncul di dekat khatulistiwa Kolombia.
Badai yang lebih kecil juga bisa membawa dampak kerusakan, seperti yang tercatat dalam sejarah pada Maret 1989 membuat seluruh provinsi Quebec di Kanada padam selama sembilan jam.
Sejak itu, peradaban manusia menjadi jauh lebih bergantung pada internet global dan potensi dampak badai geomagnetik besar-besaran pada infrastruktur baru itu sebagian besar masih belum dipelajari.
Walau begitu, koneksi internet lokal dan regional memiliki kerusakan yang cenderung lebih rendah karena kabel serat optik itu sendiri tidak terpengaruh oleh arus yang diinduksi secara geomagnetik.
Namun, kabel internet bawah laut yang menghubungkan benua dapat sangat rentan.
Kabel ini dilengkapi dengan repeater untuk meningkatkan sinyal optik, dengan jarak sekitar 50-150 km.
Repeater ini rentan terhadap arus geomagnetik dan seluruh kabel bisa tidak berfungsi jika satu repeater offline.
Jika banyak kabel bawah laut yang terdampak, maka seluruh benua dapat terputus satu sama lain.
Terlebih negara-negara di garis lintang tinggi seperti Amerika dan Inggris yang jauh lebih rentan terhadap cuaca Matahari.
Jika terjadi badai geomagnetik yang dahsyat, negara-negara yang berada di garis lintang tinggi kemungkinan besar akan terputus jaringan terlebih dahulu.
Menurut para ahli, sulit memprediksi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki infrastruktur bawah laut.
Tapi Abdu Jyothi menunjukkan bahwa pemadaman internet skala besar yang berlangsung beberapa minggu atau bulan terakhir mungkin terjadi.
Dilansir dari Live Science, Selasa (7/9/2021), di sisi lain jutaan orang juga bisa kehilangan mata pencaharian jika jaringan tidak berfungsi selama berbulan-bulan.
Tim ilmuwan menambahkan bahwa operator jaringan harus mulai menganggap serius ancaman cuaca Matahari yang ekstrem karena infrastruktur internet global terus berkembang.
Abdu Jyothi menyarankan untuk meletakkan lebih banyak kabel di garis lintang yang lebih rendah dan mengembangkan tes ketahanan yang berfokus pada efek kegagalan jaringan skala besar.