Curah Hujan Tinggi di Indonesia Selama Kemarau Akibat Angin Monsun dan IOD

Liberty Jemadu Suara.Com
Kamis, 02 September 2021 | 20:51 WIB
Curah Hujan Tinggi di Indonesia Selama Kemarau Akibat Angin Monsun dan IOD
Warga beraktivitas saat hujan deras di kawasan Pinang Ranti, Jakarta Timur, Jumat (18/6/2021). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN Eddy Hermawan mengatakan curah hujan di Indonesia yang tinggi secara dominan dipengaruhi oleh angin monsun dan tingginya indeks dari IOD (Indian Ocean Dipole).

“Di Indonesia, dominan karena pengaruh monsun. Monsun itu karena memang adanya pergerakan angin yang membawa uap air baik dari Monsun Asia ataupun Monsun Australia,” katanya dalam diskusi online bertajuk ENSO, IOD, MJO Serta Pengaruhnya Terhadap Kondisi Curah Hujan Indonesia yang dipantau via daring di Jakarta, Rabu (1/9/2021).

Eddy menjelaskan curah hujan tinggi juga diakibatkan oleh IOD yang menyebabkan terjadinya penyimpangan interaksi iklim oleh laut dan atmosfer di sekitar Samudera Hindia bagian Timur sehingga menghasilkan sebuah tekanan tinggi yang membuat udara berhembus ke arah Barat.

IOD tersebut, memiliki dua kutub, yakni Dipole Mute Positive yang berkaitan dengan naiknya suhu permukaan laut yang ada di kawasan Hindia bagian barat Indonesia dan Dipole Mute Negative yang berhubungan dengan musim basah (musim hujan).

Baca Juga: BRIN: Integrasi 4 LPNK Tak Ganggu Kinerja Periset

Kedua jenis dipole IOD inilah yang nantinya akan mempengaruhi tingginya tekanan di suatu kawasan dan terjadinya pembentukan awan secara konvektif. Dia mengatakan hujan akan turun di pusat tekanan yang rendah dan mungkin berpindah ke tekanan rendah lain sehingga membentuk suatu fenomena yang kompleks.

Dia memberikan contoh, pada bulan Agustus sampai September seharusnya di pulau Jawa mengalami puncak dari musim kemarau. Namun, hingga hari ini masih terlihat adanya cuaca mendung. Dia mengatakan kondisi itu disebabkan karena suhu di sekitar permukaan laut masih terasa hangat.

“Saya menduga IOD nya itu walaupun tidak drop ke fase negatif, tetapi harus diingat suhu permukaan laut di sekitar kawasan Indonesia itu masih menghangat. Jadi, Sea Surface Temperature (SST) di kawasan sekitar Indonesia, khususnya di Sumatera bagian selatan dan barat itu, SST-nya masih relatif tinggi,” kata dia menjelaskan kondisi cuaca Indonesia kini.

Eddy memperkirakan kondisi ini akan terjadi hingga bulan Oktober, karena adanya angin Monsun Asia yang membawa uap air dari Samudera Pasifik dalam jumlah besar ditambah dengan adanya kekuatan tekanan dari bagian barat.

“Yang jelas ada satu pusaran di sekitar kawasan barat Indonesia bagian Selatan, seperti dekat Christmast Island tetapi enggak sampai di situ. Dia terdorong menuju ke arah Sulawesi. Jadi tanggal 28 Agustus kemarin, Sulawesi cukup dihantam dengan fenomena itu,” ujar dia. [Antara]

Baca Juga: Semua LPNK Terintegrasi ke dalam BRIN sejak 1 September 2021

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI