Suara.com - Para ilmuwan di Afrika Selatan sedang memantau varian virus Corona baru, dengan tingkat mutasi yang luar biasa tinggi dan frekuensinya meningkat secara bertahap, dalam beberapa bulan terakhir.
Menurut laporan National Institute for Communicable Diseases (NICD), varian yang dikenal sebagai C.1.2 itu ditandai minggu lalu oleh KwaZulu-Natal Research Innovation and Sequencing Platform (KRISP).
Meskipun mayoritas kasus virus Corona di Afrika Selatan saat ini disebabkan oleh varian Delta, varian C.1.2 menarik perhatian para ilmuwan karena mutasinya hampir dua kali lebih cepat dari varian global lainnya.
Namun, frekuensinya tetap relatif rendah dan sejauh ini terdeteksi dalam kurang dari 3 persen genom yang diurutkan sejak pertama kali diambil pada Mei.
Baca Juga: Benarkah Vaksin Booster Dosis Ketiga Bisa Cegah Virus Corona Varian Delta?
Para ilmuwan NICD mengatakan C.1.2 hanya muncul pada tingkat yang sangat rendah dan masih terlalu dini untuk memprediksi bagaimana virus itu bisa berkembang.
"Pada tahap ini kami tidak memiliki data eksperimental untuk mengkonfirmasi bagaimana reaksinya dalam hal sensitivitas terhadap antibodi," kata Penny Moore, ilmuwan NICD, dikutip dari Science Alert, Rabu (1/9/2021).
Namun, para ahli memiliki keyakinan besar bahwa vaksin yang diluncurkan di Afrika Selatan dapat berfungsi dan terus melindungi dari penyakit parah dan kematian.
Sejauh ini, C.1.2 telah terdeteksi di sembilan provinsi Afrika Selatan, serta di bagian lain dunia termasuk China, Mauritius, Selandia Baru, dan Inggris.
Varian ini tidak memenuhi syarat sebagai "varian minat" atau "varian perhatian" seperti varian Delta dan Beta yang sangat mudah menular.
Baca Juga: Peneliti Jepang Temukan Mutasi Baru COVID-19 Varian Delta, Waduh!
Hingga saat ini, lebih dari 2,7 juta kasus Covid-19 dilaporkan di Afrika Selatan. Munculnya varian Beta mendorong gelombang kedua infeksi pada Desember dan Juni.
Negara itu sekarang berjuang dengan gelombang ketiga infeksi yang didominasi oleh varian Delta.