Alami Kekerasan Brutal, Kerangka Manusia Ditemukan di Gurun Terkering

Rabu, 01 September 2021 | 06:15 WIB
Alami Kekerasan Brutal, Kerangka Manusia Ditemukan di Gurun Terkering
Gurun Atacama. [Alex F. Catrin/AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Para ilmuwan menemukan kerangka manusia berusia 3.000 tahun lalu yang hidup di gurun terkering di Bumi, Gurun Atacama.

Analisis menunjukkan bahwa semasa hidupnya, orang itu hidup berkelompok dan mencoba untuk bertani di Gurun Atacama.

Di samping sulitnya bercocok tanam di lokasi yang sangat gersang ini, para ahli menemukan bukti luka akibat kekerasan brutal yang dialami oleh kerangka tersebut.

"Jauh dari pantai yang subur, mereka yang hidup di gurun seperti ini berarti harus bertahan di lanskap tandus tanpa air dan sumber daya untuk penopang kehidupan," kata Vivien Standen, pemimpin penelitian dari Universitas Tarapacá.

Baca Juga: Pertama Kalinya, Bayi Hiu Lahir Tanpa Pembuahan Sperma

Menurutnya, sosial budaya dan penggunaan lahan baru dapat memicu ketegangan sosial, konflik, dan kekerasan di antara kelompok-kelompok yang mencoba bercocok tanam.

Tim ahli awalnya menganalisis kerangka 194 individu dewasa yang terkubur di kuburan kuno di Lembah Azapa, lokasi yang pernah menjadi salah satu lembah paling subur di Chili utara.

Kerangka manusia 3.000 tahun. [Science Alert]
Kerangka manusia 3.000 tahun. [Science Alert]

Mengingat lingkungan gurun yang sangat kering, kerangka ini terawetkan dengan sangat baik, dengan beberapa masih memiliki rambut dan jaringan lunak dari sekitar 800-600 SM.

Tetapi, banyak kerangka memiliki tanda-tanda kekerasan.

Dari 194 kerangka yang diteliti, sebanyak 21 persen menunjukkan luka atau trauma yang sesuai dengan kekerasan interpersonal.

Baca Juga: Ilmuwan Ungkap Pemicu Munculnya Oksigen Pertama di Bumi

Menurut para peneliti, banyak dari bukti kekerasan ini disebabkan oleh tindakan yang disengaja, yang dilakukan oleh individu dalam konteks kekerasan antarpribadi.

Bukti luka mengungkap pukulan mematikan yang dilakukan dari belakang.

"Beberapa individu menunjukkan patah tulang tengkorak yang parah dan menyebabkan kerusakan besar pada wajah dan neurokranium," tulis para ahli, seperti dikutip dari Science Alert, Rabu (1/9/2021).

Tim ilmuwan menduga bahwa penyebab serangan kekerasan ini terjadi adalah karena perselisihan tentang ruang hidup dan sumber daya seperti tanah dan air, bersama dengan peristiwa iklim seperti El Nino.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI