Suara.com - Pengamat militer dan keamanan Susaningtyas Kertopati menyebutkan TNI perlu membuat regulasi penggunaan media sosial (medsos) bagi prajurit TNI dan keluarganya guna mengantisipasi penyalahgunaan yang dapat mencederai marwah TNI.
"Regulasi tersebut perlu memuat adanya kewajiban untuk melaporkan dan mendaftarkan akun media sosial institusi, prajurit, dan keluarganya sebagai upaya monitoring dalam mencegah adanya penyalahgunaan yang dapat mencederai marwah TNI di mata publik. Jika tidak, hal itu dapat menurunkan kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap TNI," kata Susaningtyas saat memberikan Kuliah Umum untuk Perwira Siswa (Pasis) Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal) Jakarta Selatan, Rabu (25/8/2021).
Menurut dia, TNI secara institusi dan prajurit perlu hadir secara strategis dalam memanfaatkan media sosial untuk membangun pesan komunikasi yang positif (institution branding). Namun, di sisi lain, prajurit dan keluarganya harus berhati-hati dalam memanfaatkan media sosial.
"Penting bagi semua prajurit dan keluarganya untuk mengetahui bahwa ketika masuk ke platform media sosial, mereka masih mewakili institusi militer tempat mereka bekerja. Untuk itu, dalam berkomentar, mem-posting, dan menyebarkan informasi diperlukan kehati-hatian," ujar wanita yang akrab disapa Nuning itu.
Ia mengatakan secara umum hal yang perlu diperhatikan adalah dilarang mem-posting, menyukai (like) atau tidak menyukai (dislike), berkomentar, membagikan tautan yang bernuansa politis, ujaran kebencian, hoaks, rasisme, melecehkan, dan menghina.
"Hal itu sesuai dengan hukum mengenai penggunaan informasi elektronik yang ada di Indonesia," katanya.
Dia mengingatkan agar prajurit TNI dan keluarganya jangan mengunggah gambar yang memiliki hak cipta orang lain tanpa izin, detail tentang misi dan kegiatan operasi, mengumumkan posisi lokasi dan waktu unit dalam operasi, serta merilis informasi tentang kematian anggota militer dalam tugas sebelum pihak keluarga mendapatkan informasi tersebut.
Baca Juga: 7 Kali Gagal, Anak Tukang Bakso Pantang Menyerah hingga Berhasil Jadi Prajurit TNI AD
Selain itu, prajurit jangan mengunggah gambar alutsista atau fasilitas militer lain yang rusak dan tidak terawat, termasuk mengaktifkan menu geo-tagging atau lokasi saat prajurit dalam kegiatan operasi militer.
"Unggahan yang menggambarkan lokasi pasukan, peralatan, detail unit taktis, dan jumlah personel dalam operasi harus dihindari," tuturnya.
Dalam konteks media sosial resmi kesatuan, postingan yang bersifat kegiatan rutin prajurit, seperti apel, penyuluhan, dan olahraga, kata Nuning, tidak perlu terlalu sering diekspose karena selain tidak menarik dan tidak memiliki nilai strategis, unggahan seperti itu cenderung membuat "engangement audience" terhadap akun tersebut menjadi rendah.
"Strategi komunikasi adalah kombinasi dari semua elemen komunikasi yang dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang optimal. Hal ini penting dan mendasar dalam sebuah institusi, tidak terkecuali institusi militer. Tanpa adanya strategi komunikasi yang terkonsep, terstruktur, dan terintegrasi, maka hal ini sama saja membiarkan representasi, citra, dan pandangan publik terhadap institusi militer Indonesia mendapat stigma seadanya, tanpa arah, dan bahkan dapat menjadi buruk," jelas Nuning.
Disebutkannya, saat ini sekitar 60 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 160 juta jiwa menggunakan media sosial. Oleh karena itu, institusi militer dan prajurit perlu hadir secara strategis dalam memanfaatkan media sosial untuk membangun pesan komunikasi yang positif.
"Usia pengguna media sosial didominasi oleh generasi Z (berusia antara 0-19 tahun) dan generasi Y atau milenial (20-39 tahun). Untuk itu, pesan komunikasi yang dikonstruksi perlu dirumuskan secara menarik, memiliki keterkaitan (related), efektif, dan komunikatif untuk membangun kedekatan dengan publik tanpa meninggalkan kode etik, yakni Sapta Marga, Sumpah Prajurit, 8 Wajib TNI, disiplin prajurit, dan nilai nilai dasar lainnya," papar Nuning.
Karateristik media sosial, tambah dia, adalah cepat (rapid), mudah dibagikan (shareable), dan multikanal sehingga, kewaspadaan dan kehati-hatian dalam penggunaannya bagi institusi, prajurit TNI, dan keluarganya perlu dirumuskan secara cermat dan tepat.
"Perlu ada panduan (guideline) atau buku pegangan (hand book) yang berisi regulasi, aturan, batasan, dan pedoman teknis lainnya dalam menggunakan media sosial, termasuk "Two-Factor Authentication" (2-FA) untuk keamanan digital, sebagaimana yang telah dilakukan di banyak negara," kata Nuning.
Mengingat besarnya "audience" dan perbedaan karakteristik media sosial, maka strategi komunikasi yang dilakukan perlu dirumuskan secara tepat, efektif, dan efisien.
"Untuk itu, pendidikan dan pelatihan yang proper bagi humas institusi serta sosialisasi untuk prajurit mutlak dibutuhkan," demikian Susaningtyas Kertopati. [Antara]