Tetapi, para ilmuwan terkesan dengan temuan ini karena membuka gerbang untuk mencegah penyakit mematikan itu.
"Antibodi monoklonal dapat mewakili pendekatan baru untuk mencegah malaria pada pelancong, personel militer, dan petugas kesehatan yang bepergian ke daerah endemik malaria," kata Robert Seder, kepala Bagian Imunologi Seluler dari Laboratorium Imunologi Pusat Penelitian Vaksin NIH.
Penelitian lebih lanjut akan menentukan apakah antibodi monoklonal juga dapat digunakan untuk pengendalian malaria musiman di Afrika.
Dilansir dari New York Post, Jumat (13/8/2021), Plasmodium falciparum terkenal memiliki resistensi tinggi terhadap obat antimalaria, karena itu pencegahan malaria sangat sulit dilakukan.
Namun, dengan adanya antibodi monoklonal, Plasmodium falciparum tidak dapat bermutasi dengan cara menghindari antibodi.
Dengan kata lain, antibodi mungkin tetap efektif untuk beberapa waktu.
![Ilustrasi antibodi. [Swiftsciencewriting/Pixabay]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/08/13/11622-antibodi.jpg)
Saat ini, para ahli sedang mengembangkan antibodi monoklonal baru yang memiliki ketahanan dua hingga tiga kali lebih kuat.
Hasil uji coba tahap menengah yang lebih besar untuk menilai efektivitas CIS43LS selama musim malaria di Mali diharapkan akan keluar tahun depan.
Baca Juga: Ilmuwan Sebut Varian Mematikan Lambda Kebal Vaksin?