Data COVID-19 Pemerintah Tak Bisa Dipercaya, Ini 3 Alasannya

Liberty Jemadu Suara.Com
Sabtu, 07 Agustus 2021 | 16:56 WIB
Data COVID-19 Pemerintah Tak Bisa Dipercaya, Ini 3 Alasannya
Foto udara warga berziarah di dekat pusara keluarganya di area pemakaman khusus COVID-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (15/7/2021). [Antara/M Risyal Hidayat]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Para peneliti dari UGM dan Australia menemukan bahwa data-data COVID-19 pemerintah Indonesia tak bisa dipercaya. Faktanya, menurut studi mereka, jumlah kasus COVID-19 di Tanah Air jauh lebih tinggi dari yang diklaim pemerintah. Berikut penjelasan mereka.

Lebih dari setahun dalam bekapan pandemi, Indonesia memiliki angka kasus COVID-19 terbanyak dan tingkat kematian tertinggi di Asia Tenggara. Di balik angka dan statistik tersebut, Indonesia masih berupaya untuk mengelola data COVID-19 yang bersumber lebih dari 10,000 fasilitas kesehatan baik layanan primer dan rumah sakit ditambah beberapa rumah sakit darurat dan shelter COVID-19.

Laporan media terakhir mengungkap bahwa kasus COVID-19 di Indonesia lebih banyak jumlahnya di banding data resmi dari pemerintah. Laporan tersebut menunjukkan bahwa 15% orang Indonesia sudah terinfeksi COVID-19, lebih tinggi dari hanya 0.4% dari data yang ditunjukkan pemerintah.

Pada awal-awal pandemi, Presiden Joko Widodo mengakui pemerintahannya) memutuskan tidak membuka seluruh data untuk menghindari kepanikan yang berlebihan. Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga mengakui ketidakcocokan data kesehatan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Riset terbaru kami menunjukkan bahwa kompleksnya manajemen data COVID-19 Indonesia telah menyebabkan masalah tersebut.

Belajar dari Yogyakarta

Pada Oktober dan November 2020, tim kami melakukan penelitian bagaimana fasilitas layanan kesehatan merekam dan mengelola laporan data COVID-19 di Yogyakarta. Provinsi ini memiliki penduduk sekitar 3,6 juta.

Pengisian oksigen oleh Tim Aksi Kasih Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Yogyakarta di Lapangan Parkir Grand Pacific Hall, Jalan Magelang, Sinduadi, Mlati, Sleman, Senin (2/8/2021). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)
Pengisian oksigen oleh Tim Aksi Kasih Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Yogyakarta di Lapangan Parkir Grand Pacific Hall, Jalan Magelang, Sinduadi, Mlati, Sleman, Senin (2/8/2021). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

Yogyakarta merupakan provinsi kecil dengan empat kabupaten dan satu kota namun memiliki berbagai sistem informasi kesehatan pengelolaan data COVID-19, serupa dengan provinsi lainnya. Dengan menganalisis bagaimana kerja sistem pengumpulan data di Yogyakarta, kami berharap dapat memberikan kontribusi bagi penguatan sistem informasi COVID-19 di provinsi lain Indonesia.

Kami berbicara dengan pejabat dari berbagai institusi di Yogyakarta, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Informasi dan Komunikasi di level provinsi, kabupaten, dan kota. Kami juga menggali pandangan dari layanan kesehatan, masyarakat, dan pengembang aplikasi.

Baca Juga: Data Covid-19 Sepekan: Positivity Rate dan Kasus Kematian Masih Tinggi

Berdasarkan wawancara tersebut, riset kami menyorot tiga masalah yang berkontribusi pada kompleksitas manajemen data COVID-19 di provinsi ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI