Bos WhatsApp Benarkan Pejabat AS Jadi Target Pegasus

Rabu, 28 Juli 2021 | 10:35 WIB
Bos WhatsApp Benarkan Pejabat AS Jadi Target Pegasus
Ilustrasi WhatsApp. [Tumisu/Pixabay]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Chief Executive WhatsApp Will Cathcart, menyatakan pejabat senior pemerintahan di seluruh dunia menjadi target spyware Pegasus asal Israel.

Ini terjadi ketika 1.400 pengguna WhatsApp diserang pada 2019 lalu.

"Laporan itu cocok dengan apa yang kami lihat dalam serangan yang kami kalahkan dua tahun lalu, saat itu kami membicarakannya secara konsisten," kata Cathcart, dikutip dari Guardian, Rabu (28/7/2021).

Cathcart menjelaskan, selain pejabat tinggi pemerintahan, jurnalis dan aktivis HAM juga menjadi sasaran pada serangan 2019.

Baca Juga: Terlanjur Ngegas ke Kurir Paket, Orang Ini Berakhir Mamalukan

Banyak target dalam kasus WhatsApp, yang tidak memiliki bisnis, juga diawasi dengan cara atau bentuk apapun.

"Ini harus menjadi peringatan bagi keamanan di internet. Ponsel bisa saja aman untuk semua orang, atau sebaliknya," tambahnya.

Ilustrasi Spyware. [Odd Andersen/AFP]
Ilustrasi Spyware. [Odd Andersen/AFP]

Pengakuan Cathcart merupakan respons dari temuan yang ditemukan Amnesty International dan Forbidden Stories.

Keduanya menemukan lebih dari 50.000 nomor telepon yang disadap software Pegasus sejak 2016.

Adapun target yang diserang mulai dari Presiden Prancis Emmanuel Macron, menteri, diplomat, aktivis, jurnalis, pembela HAM, dan pengacara.

Baca Juga: WhatsApp Uji Coba Fitur Kirim Foto Kualitas Tinggi di iOS

Spyware Pegasus disebut digunakan oleh klien yang berasal dari lembaga pemerintah.

Saat spyware Pegasus menginfeksi ponsel, klien bisa menggunakannya untuk mengakses percakapan di panggilan telepon, pesan, foto, lokasi, serta mengubah telepon menjadi alat perekam.

Pada 2019 lalu, WhatsApp mengumumkan bahwa pengguna mereka telah menjadi sasaran malware NSO.

Ilustrasi Malware. [Michel Rubinel/AFP]
Ilustrasi Malware. [Michel Rubinel/AFP]

Dikatakan sekitar 100 dari 1.400 target adalah anggota masyarakat sipil, jurnalis, pembela hak asasi manusia, dan aktivis.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI