Suara.com - Amerika Serikat bersama sejumlah sekutunya menuding pemerintah China sebagai otak di balik serangan siber yang memanfaatkan layanan Microsoft Exchange belum lama ini.
Pemerintah AS, Uni Eropa, Inggris, Australia, Selandia Baru, Jepang, Kanada, dan NATO menuding Beijing telah mengontrak peretas untuk melancarakan serangan siber yang memanfaatkan Microsoft Exchange pada Maret lalu.
"Amerika Serikat dan negara-negara di seluruh dunia menuntut Republik Rakyat China atas perilakunya di dunia siber yang tidak bertanggung jawab, mengganggu, dan merusak kestabilan, yang berpotensi mengancam keamanan ekonomi dan nasional kami," kata Menteri Luar Negeri AS, Anthony Blinken, Senin (19/7/2021).
Lebih lanjut Blinken mengungkapkan bahwa para peretas yang melancarkan serangan siber dengan memanfaatkan celah keamanan Microsoft Exchange pada Maret lalu itu disponsori oleh Kementerian Keamanan Negara, Tiongkok.
Baca Juga: 1.000 Perusahaan AS Kena Serangan Siber, Joe Biden Dikecam
Blinken mengatakan, Kementerian Keamanan Negara Tiongkok telah mendukung ekosistem peretas jahat yang bekerja atas dasar kontrak baik untuk melakukan kegiatan yang disponsori pemerintah maupun serangan siber lain demi memperoleh keuntungan finansial.
Departemen Kehakiman AS pada Senin juga telah mendakwa empat warga Tiongkok - tiga di antaranya adalah pejabat pemerintah dan satu orang peretas - atas tudingan melancarkan serangan siber yang menyasar puluhan perusahaan, universitas, dan lembaga pemerintahan AS dan negara lainnya selama 2011 sampai 2018. Empat peretas itu dituding bertanggung jawab atas pencurian informasi yang menguntungkan perusahaan-perusahaan di Tiongkok.
Peretasan itu menyasar informasi rahasia di industri penerbangan, pertahanan, pendidikan, pemerintahan, kesehatan, biofarmasi, dan industri maritim.
Adapun yang menjadi korban adalah Austria, Kamboja, Kanada, Jerman, Indonesia, Malaysia, Norwegia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Swiss, Inggris, dan AS.
"Dakwaan ini sekali lagi menunjukkan bahwa China terus-menerus menggunakan serangan siber untuk mencuri hak negara lain, pelanggaran yang terang-benderang terhadap komitmen-komitmen bilateral dan multilateral," tegas Deputi Jaksa Agung AS, Lisa Monaco. [Reuters]
Baca Juga: BSSN: Terjadi 448.491.256 Serangan Siber di Indonesia selama Januari - Mei 2021