Suara.com - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan pihaknya telah mengkaji konten Fortnite yang memuat ikon mirip Ka'bah dan menemukan bahwa game bikinan Epic Games tersebut tidak pernah membuat konten yang dimaksud.
"Merespon beredarnya video dalam game daring Fortnite yang memuat ikon yang dinilai mirip Ka'bah, Kementerian Kominfo telah mengkaji konten yang dimaksud," kata Menteri Plate seperti dilansir dari Antara, Selasa (6/7/2021).
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan penelusuran, konten kontroversial itu diunggah pertama kali di Youtube pada 17 Februari 2019 silam. Fortnite sendiri, imbuh Plate, telah mengklarifikasi bahwa elemen yang termuat dalam video tersebut merupakan user generated content (UGC) yang dibuat oleh pengguna memanfaatkan fitur creative mode.
Untuk menindaklanjuti beredarnya konten tersebut, Plate mengatakan Kementerian Kominfo telah menggandeng pihak kepolisian.
Baca Juga: Epic Games Bantah Ada Adegan Hancurkan Ka'bah dalam Game Fortnite
"Kementerian Kominfo sedang berkoordinasi kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk menelusuri dan menindak pelaku yang mengkreasi konten tersebut," ujar Plate.
Plate menegaskan Kementerian Kominfo terus mendalami dan menelusuri konten terkait dan akan melakukan penindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku jika ditemukan pelanggaran di ruang digital.
Sandiaga Uno Kaji Pemblokiran Fortnite
Tanggapan Kominfo ini berbeda dari reaksi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, yang pada Senin kemarin mengatakan pihaknya sedang mengkaji untuk memblokir Fortnite. Instruksi itu dikeluarkan karena dugaan ada tantangan menghancurkan bangunan mirip Ka'bah dalam game tersebut.
"Lima kali sehari minimal kita menghadap Kabah, dari mana pun kita di dunia untuk menunaikan salat wajib atau salat sunnah. Dan di game ini saya diberitahu bahwa ada ikon yang dinilai mirip Ka'bah yang harus dihancurkan untuk mendapatkan senjata baru dan naik ke level berikutnya," kata Menteri Sandiaga.
Baca Juga: Ada Tantangan Hancurkan Bangunan Mirip Ka'bah, Kemenparekraf Kaji Pemblokiran Fortnite
"Ini yang menurut saya sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur, terutama dari segi keagamaan, termasuk kerukunan beragama, ini suatu hal yang sangat sensitif," imbuhnya.
Ka'bah, ditegaskan Menparekraf merupakan tempat suci bagi seluruh umat muslim di dunia. Oleh karena itu, dirinya mengaku sepakat dengan fatwa yang diterbitkan Pusat Fatwa Elektronik Universitas Al Azhar Kairo, yakni larangan bagi umat muslim untuk tidak memainkan Fortnite.
Alasannya, karena permainan tersebut telah menciderai umat muslim dan berpotensi memengaruhi kepercayaan serta mental kalangan muda.
"Oleh karena itu kami akan menginstruksikan kepada tim untuk mengkaji dan segera mengeluarkan larangan. Kami juga ingin memberikan peringatan kepada beberapa pengembang permainan untuk berhati-hati," kata Menparekraf.
Al Azhar Dikritik
Meski demikian Epic Games selaku pengembang Fortnite telah membantah tudingan ada konten mirip Ka'bah dalam game tersebut.
Dalam keterangan resminya di Facebook berbahasa Arab, Epic Games mengatakan bahwa pihaknya menghormati semua agama dan tidak pernah menciptakan konten yang menghina agama tertentu.
"Tim Fortnite ingin mengklarifikasi tentang tudingan pelecehan tempat ibadah di dalam game. Konten yang dimaksud mengacu pada pulau buatan pemain di dalam mode kreatif," terang perusahaan tersebut pada 29 Juni lalu.
Mode kreatif sendiri adalah fitur yang bisa digunakan oleh pemain untuk menciptakan pulau atau map mereka sendiri. Tetapi Fortnite membantah bahwa dalam mode itu pemain bisa menghancurkan Ka'bah.
"Kami ingin menekankan bahwa tim kami menghormati semua agama," tegas Epic Games seperti dikutip dari CNN Arab.
Kehebohan ini dimulai pada akhir Juni kemarin ketika Fortnite dituding memberikan tantangan kepada para pemainnya untuk menghancurkan Ka'bah. Tak lama kemudian Pusat Fatwa Elektronik Universitas Al Azhar, Mesir mengeluarkan fatwa yang melarang umat Muslim memainkan game tersebut.
Tetapi belakangan fatwa Al Azhar itu dikritik oleh Abdul Rahman Al Shamy, seorang atlet esports dan pendiri sebuah perusahaan game di Timur Tengah.
Kepada BBC Arabic ia mengatakan Al Azhar seharusnya membuat fatwa berdasarkan fakta, dengan berdiskusi dengan mereka yang terlibat di dunia atau industri game, alih-alih cuma menelan gosip di media sosial.