Suara.com - 2018 lalu, Microsoft mengalami kerugian hingga 10 juta dolar AS atau Rp 144,5 miliar karena ulah mantan karyawannya.
Ia kepergok memanfaatkan sebuah bug untuk menjual produk yang ada di Microsoft Store.
Kini, sebuah laporan baru mengungkap bagaimana mantan karyawan Microsoft bernama Volodymyr Kvashuk untuk merugikan perusahaan.
Dilaporkan IGN, Minggu (4/7/2021), Kvashuk awalnya dipekerjakan di Microsoft pada 2016 sebagai software engineer.
Baca Juga: Windows 11 Mampu Jalani Aplikasi Android
Ia bertugas menguji infrastruktur yang berjalan di toko online Microsoft Store, termasuk menggunakan akun palsu untuk menemukan bug atau gangguan saat melakukan pembayaran online.
Selama bekerja di Microsoft, Kvashuk menemukan bug yang menghasilkan kode 25 digit.
Nantinya, dapat ditukarkan setiap kali melakukan transaksi palsu untuk gift card Microsoft.
Dengan bug ini, ia mampu menghasilkan kode dengan jumlah tak terbatas yang dapat digunakan untuk membeli berbagai item digital, termasuk game yang tersedia di toko Xbox.
Sayangnya, Kvashuk tidak memberitahu petinggi Microsoft bahwa ia menemukan sebuah bug.
Baca Juga: Hore! 5 Game Baru Ini Dirilis Juli 2021
Alih-alih memperbaiki, ia malah memanfaatkan gangguan ini untuk menjual kode tersebut lewat situs pihak ketiga, dengan diskon 55 persen dari harga asli.
Selain itu, Kvashuk juga menggunakan akun email pengujian bug yang dikaitkan dengan rekannya di Microsoft.
Demi melancarkan aksi, ia juga menggunakan layanan bitcoin untuk menyembunyikan hasil transaksi dari penjualan ilegal tersebut.
Dalam waktu tujuh bulan, Kvashuk mentransfer 2,8 juta dolar AS atau Rp 40,4 miliar dalam bentuk bitcoin ke bank dan rekening investasinya.
Dia juga mengajukan formulir pajak palsu yang menyatakan bahwa bitcoin itu adalah hadiah yang diterima dari temannya.
Lambat laun ulah Kvashuk terungkap, ia kemudian dipecat Microsoft pada Juni 2018.
Kemudian pada Februari 2020, Kvashuk dihukum atas 18 kejahatan federal, dideportasi kembali ke Ukraina, membayar ganti rugi 8,3 juta dolar AS atau Rp 120 miliar, dan dipenjara hingga Maret 2027 mendatang.