Suara.com - Para ahli melakukan penelitian dalam memilih vaksin Covid-19 mana memberikan antibodi lebih baik untuk varian Delta, yang pertama kali terdeteksi di India.
Penelitian ini dilakukan Francis Crick Institute dan National Institute for Health Research (NIHR) UCLH Biomedical Research Centre.
Terungkap, dua dosis vaksin AstraZeneca menginduksi tingkat antibodi lebih rendah terhadap varian Delta daripada terhadap jenis lain.
Para ahli kemudian membandingkan hasil tersebut dengan studi serupa yang melibatkan vaksin Pfizer.
Baca Juga: Alhamdulillah, Indonesia Dapat Kiriman Bantuan Vaksin Astrazeneca dari Jepang
Data menunjukkan bahwa kedua vaksin menginduksi tingkat antibodi yang lebih rendah terhadap varian Delta.
Tim menemukan dua dosis vaksin AstraZeneca menghasilkan tingkat antibodi yang 2,5 kali lebih rendah terhadap varian Delta daripada vaksin Pfizer.
Namun, tingkat antibodi tidak dapat memprediksi efektivitas vaksin.
Penelitian ini menegaskan, dua dosis dari salah satu vaksin sangat penting untuk meningkatkan antibodi ke level yang mungkin memaksimalkan jumlah perlindungan terhadap gejala parah dan rawat inap.
Studi ini juga menunjukkan tingkat antibodi yang diinduksi oleh vaksin AstraZeneca bervariasi tergantung pada kemungkinan infeksi sebelumnya.
Baca Juga: Harga Emas Dunia Kembali Naik Imbas Menggilanya Virus Corona Varian Delta
Para ahli mengamati bahwa orang-orang yang sebelumnya melaporkan gejala Covid-19 memiliki tingkat antibodi yang lebih tinggi setelah menerima dosis vaksin pertama.
Ilmuwan kemudian membandingkan konsentrasi antibodi penetralisir di semua varian.
Dilansir dari Metro.co.uk, Jumat (2/7/2021), seseorang yang telah divaksinasi dua dosis vaksin AstraZeneca, memiliki tingkat antibodi penetral (80 persen) yang dapat diukur terhadap varian Inggris.
Tetapi, lebih sedikit orang yang memiliki tingkat antibodi terukur terhadap varian Beta di Afrika Selatan dan varian Delta, masing-masing 60 persen dan 62 persen.
Hal ini kontras dengan analisis Pfizer yang menunjukkan lebih dari 95 persen penerima memiliki tingkat antibodi penetralisir terukur terhadap varian Beta dan Delta setelah dua dosis.
Sementara itu, seseorang yang hanya menerima satu dosis vaksin AstraZeneca, tingkat antibodi bervariasi sesuai dengan infeksi sebelumnya.
Seseorang yang menunjukkan gejala sebelumnya memiliki tingkat antibodi penetralisir lebih tinggi terhadap semua strain, dibandingkan seseorang yang tidak terinfeksi.
Tim mengatakan, sebagian besar orang tanpa gejala sebelumnya memiliki tingkat antibodi di bawah batas deteksi terhadap varian baru.
Persentasenya 65 persen pada varian B.1.1.7, 88 persen terhadap B.1.351, dan 85 persen terhadap B.1.617.2.
"Ini adalah bukti untuk mendukung agar setiap orang mendapatkan dua dosis vaksin untuk melawan Covid-19 yang parah," kata Dr Emma Wall, konsultan UCLH Infectious Diseases.
Dr Wall menambahkan bahwa varian Delta menimbulkan ancaman signifikan, meskipun pemberian vaksin dua dosis dan penguat tambahan untuk kelompok berisiko akan menjadi cara terbaik dalam memaksimalkan perlindungan.
"Vaksin ini dirancang berdasarkan jenis asli virus yang pertama kali terdeteksi di China pada 2019, jadi tidak mengherankan jika kami melihat tingkat antibodi penetralisir yang berbeda terhadap varian baru ini," tambah Dr Wall.
Para ahli menjelaskan bahwa tidak ada vaksin yang 100 persen efektif, sehingga dibutuhkan lebih banyak orang untuk divaksinasi sepenuhnya dalam pengendalian penyebaran varian terbaru ini.