BSSN: Terjadi 448.491.256 Serangan Siber di Indonesia selama Januari - Mei 2021

Liberty Jemadu
BSSN: Terjadi 448.491.256 Serangan Siber di Indonesia selama Januari - Mei 2021
Kepala BSSN, Hinsa Siburian, mengatakan serangan siber di Indonesia selama Januari - Mei 2021 sebanyak 448.491.256 kali. [Antara]

Serangan siber terbanyak adalah kategori malware, aktivitas trojan, dan kebocoran informasi, demikian dijelaskan Kepala BSSN, Hinsa Siburian.

Suara.com - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Republik Indonesia mengatakan sebanyak 448.491.256 serangan siber terjadi pada periode Januari-Mei 2021 di tengah pandemi COVID-19.

"Ada 448.491.256 anomali trafik atau serangan siber terjadi di tahun 2021 untuk Januari-Mei," kata Kepala BSSN Hinsa Siburian dalam peluncuran Computer Security Incident Response Team (CSIRT) LIPI 2021 di Jakarta, Senin (28/6/2021).

Dia menuturkan kategori serangan siber terbanyak adalah malware, aktivitas trojan, dan kebocoran informasi.

"Penggunaan digital berbanding lurus dengan munculnya ancaman. Jadi semakin banyak menggunakannya maka peluang ada serangan atau gangguan semakin besar," ujar Hinsa.

Baca Juga: Web NTMC Polri Diduga Kena Serangan Siber, Terkait Judi Online?

Pada kesempatan itu, Hinsa juga mengatakan salah satu yang harus diwaspadai adalah serangan siber bersifat sosial yang bisa menimbulkan perpecahan dan mengganggu persatuan.

Target serangan siber yang bersifat sosial adalah cara berpikir, sistem kepercayaan dan perilaku manusia dan memengaruhi ide, pilihan, pendapat, emosi, tingkah laku, opini, dan motivasi.

"Dalam perang informasi, alat utama senjatanya itu antara lain adalah informasi yang telah direkayasa sedemikian rupa tentu sesuai dengan keinginannya disampaikan kepada sasaran manusia, dan manusia itu bisa berubah sesuai dengan keinginan pelaku," ujarnya.

Hinsa mengatakan perang informasi bisa memecah belah sasaran sehingga merusak persatuan. Perang informasi tersebut bisa menyasar dimensi budaya, sosial, ekonomi, politik, militer dan diplomasi.

Beragam teknik yang digunakan dalam perang informasi antara lain membuat dan menyebarkan bukti-bukti palsu melalui media sosial guna menyebabkan keresahan sosial di masyarakat, mengeksploitasi isu-isu yang sensitif bagi kelompok masyarakat tertentu, dan membanjiri ruang informasi dengan informasi yang saling bertentangan sedemikian rupa sehingga publik tidak mampu lagi menilai kredibilitas informasi suatu fenomena. [Antara]

Baca Juga: Waspada, Ada Ransomware Baru Tersembunyi!