Suara.com - Tim Periksa Data akan melayangkan gugatan ke tiga lembaga negara yang terdiri dari BPJS Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), hingga Badan Siber dan Sandi Negara terkait kasus kebocoran data 279 juta penduduk Indonesia.
Pegiat perlindungan data, Arie Sembiring yang tergabung dalam tim Periksa Data mengatakan, upaya ini disebut sebagai Gugatan Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa (PMH Penguasa). Sebab sudah sebulan berlalu, kasus ini masih belum ditindaklanjuti pemerintah.
"Akan ada tiga dasar hukum dalam upaya gugatan PMH Penguasa. Proses hukum akan dilakukan lewat upaya administratif terlebih dulu yang akan diserahkan setelah konferensi pers ini atau selambat-lambatnya besok pagi," kata Arie dalam konferensi pers virtual, Kamis (17/6/2021).
Ada tiga dasar hukum yang digunakan oleh tim Periksa Data. Pertama ada Pasal 75 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kedua ada Pasal 48 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Baca Juga: Polisi Akan Periksa Saksi Baru dalam Kasus Kebocoran Data Nasabah BPJS Kesehatan
Dan terakhir ada Pasal 2 Ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa.
Arie memaparkan, ada beberapa temuan tim yang sekiranya membingungkan masyarakat. Pertama adalah statement Kemkominfo yang menyebutkan sampel data yang bocor disebut masif. Kemudian dalam rilis pers selanjutnya, Kemkominfo mengganti kata masif dengan kebocoran data 100.002 orang, bukan 1 juta seperti yang beredar.
Untuk BPJS Kesehatan, Arie menyebut bahwa rilis pers yang dikeluarkan bersifat eufemisme atau berbahasa birokrasi. Sebab, lembaga tersebut tidak mengeluarkan jumlah data sama sekali, melainkan lebih ke kata.
"Mereka tidak menyebutkan kuantitas sama sekali, tetapi lebih kualitatif. Namun disebutkan data yang ada di forum online memang sama dengan data yang dimiliki BPJS Kesehatan," jelasnya.
Selanjutnya ada rilis dari Kepolisian RI (Polri) tertanggal Juni 2021. Arie mengatakan, rilis ini berisi diduga keras memang data dari bpjs kesehatan.
Baca Juga: Polri Akan Periksa Lima Vendor dalam Kasus Kebocoran Data Nasabah BPJS Kesehatan
"Jadi masyarakat ini bingung ada perubahan data. Awalnya masif, kemudian 100.002, terus data menyerupai, lalu diduga keras. Yang mana yang benar?" kata Arie.
Lebih lanjut, Arie juga menyebut tiga lembaga yang berwenang ini justru tidak menerapkan target untuk menyelesaikan kasus kebocoran data tersebut. Paling tidak, ketiganya bisa berkoordinasi atau melakukan hal lain agar informasi yang disampaikan lebih valid.
"Kalau kita boleh jujur, publik akan dukung apabila tiga lembaga ini menyatakan siapa yang bertanggung jawab. Apakah ke Kemenkominfo, BPJS Kesehatan, atau BSSN?" tanya Arie.
Tim Periksa Data meminta ketiga lembaga ini menyatakan gagal untuk melindungi data BPJS Kesehatan ke publik. Sebab apabila mengaku gagal, ini bisa jadi poin positif untuk good governance.
"Setelahnya meminta maaf ke masyarakat. Kami mohon ini disampaikan di media nasional selama tiga kali, satu kali tiap 10 hari kerja," jelasnya.
Terakhir, Periksa Data meminta ketiga lembaga ini untuk mendorong disusunnya cetak biru terkait perlindungan data nasional untuk meminimalisir kasus yang sama terjadi kembali.
"Lakukan peninjauan ulang, memperbaiki, merapikan sistem lembaga, khususnya tiga lembaga tersebut. Masyarakat punya hak untuk memahami," pungkasnya.