Suara.com - Vaksin virus Corona (Covid-19) yang diproduksi Novavax, menunjukkan efektivitas 90 persen secara keseluruhan dalam uji klinis tahap akhir.
Uji coba dimulai pada Desember 2020 setelah beberapa varian virus Corona telah menyebar luas.
Termasuk varian Alpha yang ditemukan di Inggris dan varian Beta yang ditemukan di Afrika Selatan.
Tak seperti Novavax, uji coba Pfizer-BioNTech dan Moderna dilakukan sebelum varian ini muncul.
Baca Juga: Pasien Covid-19 Meninggal di Jateng, 87 Persen Karena Belum Divaksin
Uji coba Novavax melibatkan 29.960 peserta di 119 wilayah di Amerika Serikat dan Meksiko.
Setengah dari peserta menerima vaksin, sementara setengah lainnya mendapat suntikan plasebo.
Selama uji coba, tercatat sebanyak 77 kasus Covid-19 muncul, di mana 63 pada kelompok plasebo dan 14 pada kelompok yang mendapatkan vaksin.
Semua kasus Covid-19 pada kelompok yang divaksinasi hanya memiliki gejala ringan, sementara 10 kasus sedang dan empat kasus berat diamati pada kelompok plasebo.
Perwakilan Novavax mengaku bahwa enam orang dalam kelompok plasebo memerlukan rawat inap dan salah satu dari enam orang tersebut meninggal dunia.
Baca Juga: Vaksin Covid-19 Dijual Bebas di Dark Web, Bagaimana Efektivitasnya?
Namun, hasil tes positif Covid-19 untuk orang-orang ini tidak dikonfirmasi di laboratorium pusat uji coba, sehingga mereka tidak dimasukkan dalam analisis efikasi.
Berdasarkan data yang diberikan sejauh ini, vaksin Novavax tampaknya 100 persen efektif melawan infeksi Covid-19 sedang dan berat, serta 90,4 persen efektif melawan infeksi simtomatik.
Secara khusus, vaksin itu 91 persen efektif dalam melindungi diri terhadap infeksi simtomatik di antara individu berisiko tinggi (yang memiliki kondisi medis tertentu) dan individu yang berusia di atas 65 tahun.
Perusahaan belum merilis data uji coba lengkap dan berencana untuk melakukannya di masa mendatang.
"Analisis lebih lanjut dari uji coba sedang berlangsung dan akan dibagikan melalui server pracetak serta diserahkan ke jurnal peer-review untuk publikasi," tulis perusahaan itu dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Live Science, Selasa (15/6/2021).
Novavax juga melaporkan bahwa vaksin tersebut 93 persen protektif terharap "varian yang menjadi perhatian" (VOC) dan "varian yang diminati" (VOI).
Perusahaan mencari VOC dan VOI dengan menganalisis materi genetik virus pada 54 dari 77 kasus Covid-19.
Dari 77 kasus tersebut, sebanyak 35 kasus melibatkan VOC dan sembilan melibatkan VOI.
Sementara itu, 38 dari 44 kasus VOC dan VOI ini terjadi pada kelompok plasebo dan enam pada kelompok yang divaksinasi.
Sekitar setengah dari peserta yang terinfeksi VOC terpapar varian Alpha atau dikenal juga sebagai B.1.1.7.
Beberapa orang memiliki varian Beta atau Gamma dan tidak ada yang terpapar varian Delta atau varian yang diidentifikasi di India, sehingga potensi vaksin terhadap varian Delta masih tidak diketahui.
Vaksin yang disebut NVX-CoV2373 ini mengandung nanopartikel bertatahkan protein lonjakan (spike protein) yang dimodifikasi.
Nanopartikel tidak dapat bereplikasi seperti virus atau menyebabkan Covid-19, tetapi itu melatih sistem kekebalan untuk mengenali virus.
Vaksin ini juga mengandung saponin, senyawa yang diekstrak dari pohon soapbark yang bertindak sebagai adjuvant.
Vaksin dapat disimpan pada suhu lemari es dan dapat diberikan dalam dua dosis dalam kurun waktu terpisah tiga minggu.
Novavax akan mengajukan permohonan otorisasi penggunaan darurat (EUA) di Amerika Serikat setelah menyelesaikan tes kontrol kualitas, untuk membuktikan bahwa vaksin dapat diproduksi secara andal dalam skala besar.
Perusahaan juga berencana mengajukan otorisasi di Inggris, Uni Eropa, India, dan Korea Selatan.