Suara.com - Para ilmuwan membekukan sperma tikus selama berbulan-bulan di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) dan dikembalikan ke Bumi.
Sperma beku itu rupanya berhasil membuahi indung telur tikus betina dan menghasilkan "anak tikus antariksa" yang bermanfaat bagi sains.
Para ilmuwan Jepang ingin mengetahui, bagaimana radiasi luar angkasa memengaruhi kesuburan pada mamalia.
Radiasi dapat merusak DNA di dalam sel sehingga menyebabkan mutasi.
Baca Juga: Lima Tahun Mengabdi, Tikus Berkantung Afrika Ini Akhirnya Pensiun Mendeteksi Ranjau
Radiasi luar angkasa telah menjadi perhatian utama bagi banyak negara seperti Amerika Serikat dan Jepang, yang mengirim banyak astronot dalam misi panjang ke orbit rendah Bumi.
Penelitian sebelumnya tidak dapat meniru kondisi radiasi luar angkasa di Bumi, sehingga tim mengirim eksperimen ke luar angkasa.
Para ahli membekukan sampel sperma tikus dari 12 tikus dan menyegelnya dalam kapsul kecil.
Sperma tersebut diangkut ke ISS dan disimpan dengan waktu yang berbeda-beda.
Sebagian sampel kembali ke Bumi setelah sembilan bulan di luar angkasa, sementara beberapa sampel lainnya kembali setelah dua tahun sembilan bulan, dan sampel terakhir tikur kembali ke Bumi setelah lima tahun 10 bulan di luar angkasa.
Baca Juga: Sukses Deteksi 71 Ranjau, Tikus Magawa Masuki Masa Pensiun
Setelah kembali ke Bumi, tim menentukan berapa banyak radiasi yang diserap sampel menggunakan sekuensing RNA.
Menariknya, para ahli menemukan bahwa perjalanan ke luar angkasa tidak mengakibatkan kerusakan DNA pada inti sperma.
Dilansir dari Space.com, Senin (14/6/2021), para ilmuwan memilih merehidrasi sperma dengan air dan menyuntikkannya ke dalam sel ovarium tikus yang baru.
Setelah memindahkannya ke tikus betina, tikus tersebut hamil dan akhirnya melahirkan bayi tikus.
Menurut keterangan dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Science Advances pada 11 Juni, bayi tikus itu lahir dengan sehat dan tanpa cacat.