Suara.com - Salju biasanya berwarna putih di atas Pegunungan Alpen, Prancis, kini berubah warna menjadi merah seperti darah.
Hal ini bukan disebabkan oleh darah sungguhan. Dikenal sebagai "darah gletser", hal ini berasal dari mikroalga yang hidup di salju.
Dilansir dari Live Science, Kamis (10/6/2021), para ahli baru-baru ini pergi ke Pegunungan Alpen untuk mempelajari organisme misterius tersebut.
Ekspedisi ini merupakan bagian dari proyek AlpAlga, sebuah upaya mempelajari mikroalga yang hidup di pegunungan dengan ketinggian 1.000 hingga 3.000 meter di atas permukaan laut.
Baca Juga: Kereta Gantung Putus di Pegunungan Alpen, 14 Orang Tewas Termasuk Anak-anak
Sama seperti mikroalga yang menghuni lautan, danau, dan sungai, mikroalga yang berada di salju membantu membentuk dasar jaring makanan di ekosistem pegunungan dan kemungkinan bereaksi terhadap polusi serta perubahan iklim dengan cara yang sama.
Secara umum, sel mikroalga hanya berukuran beberapa seperseribu inci dan hidup sebagai organisme sel tunggal.
"Mikroalga yang berubah menjadi merah di salju secara teknis adalah ganggang hijau karena mereka termasuk dalam filum Chlorophyta dan mengandung bentuk spesifik klorofil, pigmen hijau yang memungkinkan fotosintesis," kata Eric Maréchal dari Laboratory of Cellular and Plant Physiology.
Maréchal menambahkan selain klorofil, ganggang ini juga mengandung karotenoid yaitu pigmen oranye dan merah.
Karotenoid bertindak sebagai antioksidan dan kemungkinan melindungi ganggang dari efek cahaya intens yang berbahaya dan radiasi ultraviolet di ketinggian.
Baca Juga: Ridwan Kamil Tulis Harapan, Warganet Serang Akun IG Perdana Menteri Israel
Ketika sejumlah besar alga tumbuh sangat cepat, salju di sekitarnya akan tampak merah atau oranye karena akumulasi karotenoid. Karena itu gletser berwarna merah seperti darah yang tampak mengerikan.
Pada titik ini, para ahli berpikir bahwa ganggang adalah penanda perubahan iklim, di mana pertumbuhan organisme tersebut mencerminkan peningkatan kadar karbon dioksida dan perubahan di lingkungan.
Namun, para ahli belum memiliki cukup data. Studi baru ini dapat membantu tim ilmuwan untuk mengetahui kondisi lingkungan seperti apa yang memicu mekarnya alga dan pertanyaan lainnya.
Dalam ekspedisi mendatang pada akhir bulan ini, tim berencana membangun situs penelitian jangka panjang sehingga para ahli dapat melacak pertumbuhan alga melalui perubahan musim.