Suara.com - Kehadiran jaringan 5G akan membawa perubahan besar, khususnya industri game.
Jaringan generasi kelima ini diyakini akan menghancurkan dominasi konsol game seperti PlayStation, Xbox, ataupun Nintendo.
Hal ini dilontarkan oleh Naoki Yoshida selaku Director di Square Enix, yang memproduksi game seperti Final Fantasy dan Dragon Quest.
Menurutnya, kecepatan streaming dari jaringan 5G akan menjadikan televisi sebagai media utama dalam bermain game.
Baca Juga: 8 Pertanyaan Seputar Internet 5G, Simak Jawabannya di Sini!
"Setelah 5G menjadi standar global, pasti akan tiba saatnya kita dapat mentransfer gambar ke perangkat apapun," kata Yoshida, dikutip dari Financial Times, Selasa (1/6/2021).
"Pemain dapat menikmati pengalaman bermain game berkualitas tinggi di perangkat apa pun tanpa perlu terikat ke perangkat gaming atau monitor TV. Kami pasti menuju ke arah itu, dan saya kira virus corona tidak akan memperlambat perubahan ini," tambahnya.
Diprediksi bahwa perubahan konsol gaming akan mengarah ke game berbasis cloud seperti Google dan Amazon.
Namun, para pelaku industri game dan analis masih ragu apakah cloud benar-benar bisa mengubah itu.
Sebab, konsol ini sudah ada sejak pertengahan tahun 1970-an.
Baca Juga: Perumahan Alam Sutera dan BSD Tersedia Jaringan Internet 5G, Cek Daerahnya di Sini
Prediksi tersebut membuktikan bahwa konsol masih bertahan hingga saat ini dan tidak akan hilang dalam waktu dekat.
Selain itu, pasar konsol juga tumbuh luar biasa sejak tahun lalu.
Yoshida mengatakan bahwa kebijakan stay at home membuat masyarakat mencari hiburan langsung dari rumah, termasuk dari konsol game.
"Dengan konsol rumah, kamu hanya perlu duduk di depan televisi dan menyalakan konsol game. Itu adalah hiburan yang memakan waktu. Namun dengan stay at home, ada lebih banyak peluang untuk menyalakannya," papar Yoshida.
Namun kepopuleran konsol diperkirakan bakal turun hingga 8,9 persen dikarenakan dunia sedang dilanda krisis chip global.
Alhasil, konsol seperti PS5 hingga Xbox masih langka diperoleh.
Lebih lanjut, Yoshida mengaku para industri game juga kesulitan mengembangkan produk karena tidak dapat berinteraksi secara langsung.
Mereka kesulitan untuk menyesuaikan koordinasi saat melakukan pertemuan secara online.
"Sulit untuk membaca suasana ketika anda online, jadi orang-orang akan terus bertanya sepanjang waktu lewat chat (online)," katanya.