Suara.com - Laporan terbaru Dewan Keamanan PBB mengungkap, sebuah drone tak berawak militer mungkin menyerang manusia untuk pertama kalinya tanpa diinstruksikan.
Laporan yang diterbitkan pada Maret itu mengklaim bahwa drone AI bernama Kargu-2 quadcopter yang diproduksi oleh perusahaan teknologi militer Turki STM, menyerang tentara Libya.
Laporan setebal 548 halaman oleh Panel Pakar Dewan Keamanan PBB di Libya, belum menyelidiki secara rinci apakah ada korban akibat insiden tersebut.
Tapi hal ini menimbulkan pertanyaan tentang upaya global atas pelarangan robot otonom.
Baca Juga: Emak-emak Tergiur Drone Murah Olshop, Berharap Untung Malah Buntung
Sepanjang 2021, Pemerintah Kesepakatan Nasional yang diakui PBB mendorong Pasukan Afiliasi Haftar (HAF), kembali dari ibu kota Libya, Tripoli, dan pesawat tak berawak itu mungkin telah beroperasi sejak Januari 2020.
"Konvoi logistik dan HAF yang mundur kemudian diburu dari jarak jauh oleh kendaraan udara tempur tak berawak atau sistem senjata otonom yang mematikan seperti STM Kargu-2," tulis PBB.
Menurut STM, Kargu adalah drone yang menggunakan klasifikasi objek berbasis pembelajaran mesin untuk memilih dan melibatkan target.
Drone itu juga memiliki kemampuan berkerumun dan memungkinkan 20 drone bekerja bersama.
"Sistem senjata otonom yang mematikan diprogram untuk menyerang target tanpa memerlukan konektivitas data antara operator dan amunisi," tambah PBB, dikutip Independent, Selasa (1/6/2021).
Baca Juga: Terjadi Ledakan di Kompleks Pabrik Drone Iran, Sembilan Pekerja Terluka
Banyak peneliti robotika dan AI di masa lalu, termasuk Elon Musk, dan beberapa tokoh terkemuka lainnya seperti Stephen Hawking, telah menyerukan larangan senjata otonom ofensif, seperti senjata yang berpotensi mencari dan membunuh orang tertentu berdasarkan pemrograman.
Para ahli memperingatkan bahwa kumpulan data yang digunakan untuk melatih robot pembunuh otonom ini, tidak cukup kuat dan sistem kecerdasan buatan (AI) dapat mempelajari pelajaran yang salah.