Suara.com - Cuaca luar angkasa yang dihasilkan Matahari bisa membahayakan misi Artemis NASA, yang berambisi mengirim manusia kembali ke permukaan Bulan.
Meskipun letaknya sekitar 93 juta mil dari Bumi, aktivitas yang terjadi di permukaan Matahari mengeluarkan partikel radioaktif ke tata surya.
Medan magnet Bumi melindungi manusia dari aktivitas tersebut, tetapi tidak di Bulan.
Menurut studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Solar Physics, misi Artemis NASA mungkin menghadapi kendala dengan cuaca luar angkasa.
Baca Juga: Ini Kandidat Nama Stasiun Luar Angkasa Mengorbit Bulan
Dengan menganalisis data berusia 150 tahun, para peneliti menemukan beberapa perbedaan menarik dalam kejadian cuaca luar angkasa ekstrim antara siklus Matahari genap dan ganjil.
Siklus Matahari adalah siklus 11 tahun sekali ketika jumlah bintik Matahari bervariasi.
Pada periode teraktif atau solar maximum, jumlah bintik Matahari bertambah hingga puncaknya.
Sementara pada periode dengan aktivitas terendah atau solar minimum, jumlah bintik Matahari berkurang hingga titik terendahnya.
Saat ini, telah memasuki Siklus Matahari bernomor ganjil 25 yang dimulai sekitar 29 Desember 2019 dan akan berlanjut hingga sekitar 2030.
Baca Juga: Lelang Kursi Perjalanan Luar Angkasa Blue Origin Capai Rp 37 Miliar
Dilansir dari CNET, Sabtu (22/5/2021), aktivitas di matahari akan meningkat hingga maksimum Matahari, yang akan terjadi sekitar 2025.
Selama solar maximum, Matahari menjadi liar karena mengalami pelepasan massa koronal.
Jika pelepasan ini diarahkan langsung ke Bumi, itu dapat memengaruhi satelit komunikasi dan bahkan jaringan listrik.
Sayangnya, permukaan Bulan tidak memiliki perlindungan dari cuaca luar angkasa yang ekstrem.
Baik NASA maupun National Oceanic and Atmospheric Administration tidak percaya Siklus Matahari 25 akan "sangat aktif", tetapi peristiwa ekstrem dapat terjadi dan manusia tidak memiliki cara tepat untuk memprediksinya.
Penelitian baru ini, para ahli menemukan bahwa dalam siklus genap, peristiwa cuaca luar angkasa ekstrem kemungkinan besar terjadi lebih awal.
Dalam siklus ganjil seperti yang dialami saat ini, peristiwa ekstrem itu biasanya terjadi pada akhir periode siklus.
"Penemuan baru ini seharusnya memungkinkan kita untuk membuat ramalan cuaca luar angkasa yang lebih baik untuk siklus matahari yang baru saja dimulai dan akan berjalan selama satu dekade atau lebih," kata Mathew Owens, ahli astrofisika di University of Reading.
Dengan data tersebut, misi Artemis yang berencana mengirim astronot kembali ke Bulan pada 2024 seharusnya dapat melakukan perencanaan, untuk menghindari cuaca luar angkasa ekstrem yang diperkirakan akan terjadi pada akhir dekade ini.