Suara.com - Sudah 41 gempa susulan terjadi di Nias, Sumatra Utara setelah gempa bermagnitudo 6,7 mengguncang kawasan itu pada Jumat (14/5/2021) siang, demikian diungkap Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono, Sabtu (15/5/2021).
"Hasil monitoring BMKG terhadap aktivitas gempa susulan yang terjadi di baratdaya Pulau Nias menyusul gempa M6,7 yang terjadi kemarin siang (14/5) hingga Sabtu pagi (15/5) sudah terjadi sebanyak 41 kali gempa susulan," tulis Daryono di laman Facebooknya.
Dari 41 gempa susulan itu, gempa terbesar adalah sekuat 5,4 dan terkecil adalah 2,0. Sementara gempa susulan paling mutakhir terjadi pada Sabtu pagi, pukul 9.44 WIB dengan kekuatan 3,2.
"Ada kencenderungan magnitudo gempa susulan semakin mengecil. Semoga kondisi tektonik di sumber gempa segera stabil dan aman kembali," harap Daryono.
Baca Juga: Pemutakhiran Data Gempa Bukan Berarti Ralat, Ini Penjelasan BMKG
Sebelumnya diwartakan bahwa telah terjadi gempa dengan kekuatan 6,7 di Nias Barat, Sumatra Utara pada Jumat siang. Gempa itu tak memicu tsunami.
Daryono, dalam pesan yang diterima Suara.com di Bogor, Jumat, menjelaskan bahwa gempa Nias termasuk jenis gempa dangkal di zona outer-rise, yakni zona sumber gempa di luar zona subduksi (megathrust).
Ini terlihat dari episenter gempa yang tampak di peta berada di luar zona subduksi. Selain itu hasil analisis BMKG menunjukkan gempa ini memiliki mekanisme sesar turun (normal fault), yang menguatkan bahwa gempa ini bersumber di zona deformasi akibat terbangunnya gaya tarikan atau regangan.
"Inilah yang menjadi ciri sumber gempa outer rise. Gaya tektonik yang bekerja di zona ini bukan kompresional atau menekan, tapi gaya ektensional atau tarikan karena merupakan zona bending (regangan)," jelas Daryono.
Outer rise, beber Daryono, merupakan zona gempa yang selama ini terabaikan, karena kalah populer dari zona sumber gempa megathrust. Meskipun terabaikan, tetapi tidak kalah berbahaya dan dapat memicu terjadinya tsunami.
Baca Juga: Gempa Susulan Masih Terjadi, BMKG Minta Warga Nias Cek Ketahanan Rumah
"Di Indonesia sudah dua kali terjadi tsunami akibat gempa yang bersumber di zona outer rise, yaitu Tsunami destruktif di Sumbawa 1977 dan Tsunami Jawa 1921," terang Daryono.
Tsunami Lunyuk, Sumbawa, pada 19 Agustus 1977 dipicu oleh gempa magnitudo 8,3 yang oleh para ahli gempa populer disebut sebagai The Great Sumba telah memicu tsunami setinggi sekitar 8 meter dan menewaskan lebih dari 300 orang.
Selain itu tsunami Sanriku di Jepang tahun 1933 dipicu oleh gempa berkekuatan 8,6 yang bersumber di zona outer rise. Tsunami ini menewaskan lebih dari 3.000 orang.
Selanjutnya adalah peristiwa tsunami Samoa di Pasifik yang terjadi pada 29 September 2009. Gempa kuat dengan magnitudo 8,1 di zona outer rise dekat subduksi Tonga juga memicu tsunami dahsyat yang menewaskan 189 orang.
"Catatan tsunami yang bersumber di luar zona subduksi di atas kiranya cukup untuk dijadikan pelajaran untuk kita semua bahwa zona outer rise (termasuk) di wilayah Indonesia merupakan zona gempa pemicu tsunami yang patut diwaspadai dan tidak boleh diabaikan," tutup Daryono.