Suara.com - Ratusan pengguna media sosial menuduh Instagram dan Facebook menghapus konten dan akun yang melaporkan kekerasan Sheikh Jarrah.
Salah satu video yang dihapus dari arsip berita jurnalis Palestina Maha Rezeq adalah tentang pemukim Israel, Jacob, yang mengambil alih rumah Muna El-Kurd pada 2009.
Dia mengatakan kepadanya bahwa jika dia tidak mencuri rumahnya maka orang lain akan mencuri.
“Apa yang saya bagikan adalah rekaman mentah, video, kesaksian orang-orang di lapangan, beberapa di antaranya benar-benar berasal dari mulut orang Israel, mulut seorang pemukim, mengapa itu kontroversial? Semuanya sudah jelas, tidak ada darah atau cuplikan gambar yang melanggar standar komunitas,” kata Rezeq dilansir laman Arab News, Selasa (11/5/2021).
Baca Juga: Serangan Masjid Al Aqsa: Lebih dari 200 Orang Terluka
Rezeq mengatakan bahwa hanya kontennya tentang Syekh Jarrah yang dihapus.
"Satu-satunya hal yang dihapus dari arsip saya adalah cerita dan postingan yang terkait dengan mengungkap kejahatan Israel terhadap orang Palestina," ujarnya.
Mohammed El-Kurd, seorang penulis Palestina dari Yerusalem, memosting video dan cerita tentang kekerasan di Sheikh Jarrah ketika dia menerima peringatan bahwa akunnya mungkin akan dihapus.
"Beberapa postingan Anda sebelumnya tidak mengikuti Pedoman Komunitas kami", bunyi pesan itu.
"Jika Anda memosting sesuatu yang bertentangan dengan pedoman kami lagi, akun Anda dapat dihapus, termasuk postingan, arsip, pesan, dan pengikut Anda."
Baca Juga: Sekjen PBB Desak Israel Tahan Diri di Yerusalem Timur
Facebook juga menghapus "57 konten" dari halamannya karena melanggar pedoman.
Yasmin Dabat mengatakan ceritanya dengan tagar #SaveSheikhJarrah, tertanggal 3 Mei, telah "dihapus oleh Instagram tanpa peringatan atau pembaruan apa pun."
Instagram, yang dimiliki oleh Facebook, men-tweet sedang menghadapi masalah teknis pada 6 Mei, setelah ratusan orang mulai melaporkan penyensoran.
“Kami tahu bahwa beberapa orang mengalami masalah saat mengupload dan melihat cerita. Ini adalah masalah teknis global yang tersebar luas yang tidak terkait dengan topik tertentu dan kami sedang memperbaikinya sekarang. Kami akan memberikan pembaruan secepat kami bisa," pesan Instagram.
Nadim Nashif, direktur organisasi nirlaba bernama 7amleh yang mengadvokasi hak digital Palestina, mengatakan penjelasan itu tidak masuk akal bagi mereka.
“(Ini) sangat aneh, seperti yang Anda tahu, membandingkan apa yang terjadi di lingkungan tertentu di Yerusalem, dengan negara-negara besar seperti Kanada, AS, dan Kolombia, kedengarannya tidak masuk akal bagi kami, tidak terdengar seperti benar-benar menjelaskan Karena di Kanada dan AS mereka menurunkan cerita-cerita yang bertopik bermacam-macam, (tapi) di sini tentang (a) hashtag tertentu, khususnya tentang Syekh Jarrah,” ujarnya.
Nashif mengatakan, penyensoran terhadap warga Palestina terjadi melalui dua saluran.
“Salah satu faktornya adalah apa yang dilakukan orang Israel, mereka pada dasarnya mencoba mendorong platform media sosial untuk mengadopsi standar mereka sendiri tentang apa yang seharusnya ada dan apa yang tidak boleh ada. Ada kerja sama yang kuat antara mereka dan Facebook terutama," ungkapnya.
Menurut Nashif, hal ini mengarah pada apa yang disebut "penghapusan sukarela", yaitu unit siber Israel mengirim permintaan ke platform media sosial untuk menghapus konten tertentu tanpa perintah pengadilan.
Warga Palestina juga dibungkam di media sosial melalui penggunaan Artificial Intelligence oleh platform tersebut untuk mengidentifikasi konten apa yang melanggar pedoman pengguna mereka.
“Platform media sosial (menggunakan) kecerdasan buatan untuk penghapusan dan ada banyak penggunaan kata kunci, terutama di sekitar apa yang pemerintah AS anggap sebagai organisasi teroris,” jelas Nashif.
Beberapa dari mereka yang melaporkan penghapusan konten dan penghapusan akun ke 7amleh dapat memulihkan konten mereka setelah organisasi menghubungi Facebook.
“Kami berhasil memulihkan puluhan atau ratusan dari mereka dalam perjuangan ini, karena kami adalah mitra terpercaya Facebook,” tambah Nashif.
Dabat dapat memulihkan ceritanya sekitar 12 jam kemudian setelah menghubungi Instagram.
“Saya mengirim email ke Instagram secara langsung menyebutkan hal ini dan menekan mereka untuk mengembalikannya. Mereka kemudian mengembalikannya tanpa membalas saya, ”katanya.
Nashif mengatakan, sistem itu masih bias meskipun konten dan akun telah dipulihkan.
“Kami (belum) berhasil mendapatkan sistem moderasi konten yang transparan dan jelas. Kata kuncinya di sini adalah transparansi dan kesetaraan, karena ini tidak terjadi di pihak Israel,” jelasnya.
Instagram menyembunyikan tagar # (Al-Aqsa dalam bahasa Arab) dua hari lalu, ketika polisi Israel dengan perlengkapan anti huru hara dikerahkan dalam jumlah besar saat ribuan Muslim mengadakan sholat Tarawih.
Petugas medis mengatakan lebih dari 200 warga Palestina terluka malam itu.
“Bagian dari eskalasi yang terjadi adalah mereka bahkan menghapus hashtag, maksud saya mereka menyembunyikan hashtag seperti Al-Aqsa, yang merupakan sesuatu yang baru,” kata Nashif.
Dia menyarankan, pengguna media sosial untuk terus melaporkan contoh penyensoran melalui platform mereka.
Facebook tidak menanggapi beberapa permintaan komentar.
Pada Kamis (6/5/2021), Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah Tor Wennesland mendesak Israel untuk menghentikan pembongkaran dan penggusuran di Sheikh Jarrah sejalan dengan kewajibannya di bawah hukum humaniter internasional.
Pada Minggu (9/5/2021), Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan, Israel menolak tekanan untuk tidak membangun di Yerusalem.
Setelah berhari-hari kerusuhan dan meningkatnya kecaman internasional atas rencana penggusuran warga Palestina dari rumah-rumah di kota yang diklaim oleh pemukim Yahudi.
“Kami dengan tegas menolak tekanan untuk tidak membangun di Yerusalem. Saya menyesal, tekanan ini semakin meningkat akhir-akhir ini," tegasnya.
Pekan lalu, Palang Merah melaporkan bahwa 22 warga Palestina terluka oleh polisi Israel di Yerusalem Timur yang dianeksasi.