Suara.com - Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang kontroversial tidak akan dicabut, demikian dikatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam jumpa pers Kamis sore (29/4/2021).
Mahfud, yang dalam jumpa pers didampingi Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, mengatakan UU ITE akan diberikan pedoman atau panduan penafsiran yang bisa digunakan oleh penegak hukum di lapangan.
"Undang-undang ITE masih sangat diperlukan, untuk mengantisipasi dan menghukumi dunia digital. Masih sangat diperlukan. Oleh sebab itu tidak akan ada pencabutan UU ITE," kata Mahfud dalam konferensi pers yang turut disiarkan via Youtube.
Lebih lanjut Mahfud mengatakan Indonesia mengikuti tren di seluruh dunia, yang ramai-ramai memperketat aturan di ruang publik internet.
Baca Juga: Jadi Penyebab Banyak Rakyat Dipidana, Koalisi Serius Desak Revisi UU ITE
"Dunia digital ini sekarang semakin jahat," imbuh Mahfud.
Dalam poin kedua penjelasannya, Mahfud mengatakan untuk mengatasi kecenderungan salah tafsir dan ketidaksamaan penerapan, maka akan disusun pedoman teknis dan kriteria dalam wujud surat keputusan bersama tiga lembaga yakni Kominfo, Kejaksaan, dan Polisi.
Ketiga, lanjut Mahfud, akan ada revisi semantik atau revisi terbatas, yang sangat kecil berupa penambaan frasa dan penambahan penjelasan dalam UU ITE. Revisi kecil ini juga diharapkan akan mengurangi penafsiran yang serampakan terhadap UU ITE.
"Untuk memperkuat itu hanya ada penambahan satu pasal, yaitu pasal 45c," tutup Mahfud.
Pengumuman soal UU ITE ini merupakan lanjutan dari wacana untuk merevisi undang-undang kontroversial ini sejak Februari 2021 ini. Saat itu Presiden Joko Widodo meminta agar UU ITE dikaji karena banyak diprotes oleh masyarakat.
Baca Juga: ICJR: Revisi UU ITE Diperlukan untuk Lindungi Korban Kekerasan Seksual
Sebagai tindak lanjut dari permintaan Jokowi itu Mahfud MD pada Maret membentuk sebuah tim kajian untuk mengevaluasi undang-undang dan menganalisis revisi yang diperlukan. Beberapa pihak diundang mulai dari ahli hingga mereka yang pernah menjadi korban aturan tersebut.