Suara.com - Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa virus Corona kuno mungkin telah menginfeksi orang-orang zaman dulu, yang hidup di Asia Timur sekitar 25.000 tahun lalu dan selama ribuan tahun setelahnya.
Pandemi Covid-19 yang kini merenggut lebih dari tiga juta jiwa, mengungkapkan betapa rentannya manusia terhadap virus baru. Meskipun ancaman ini terdengar baru, tetapi manusia telah memerangi virus berbahaya sejak dulu.
"Selalu ada virus yang menginfeksi populasi manusia. Virus benar-benar salah satu pendorong utama seleksi alam dalam genom manusia," kata David Enard, asisten profesor ekologi dan evolusi di University of Arizona.
Itu disebabkan karena gen yang meningkatkan peluang manusia untuk bertahan hidup dari patogen, lebih mungkin diwariskan ke generasi baru.
Baca Juga: CDC: Sudah Divaksin Covid-19 Penuh Bisa Olahraga Tanpa Pakai Masker
Para peneliti dapat mendeteksi sidik jari patogen purba ini dengan menggunakan alat modern dalam DNA manusia yang hidup saat ini.
Menurut Enard, informasi ini dapat memberikan wawasan berharga untuk membantu memprediksi pandemi di masa depan.
"Hal-hal yang sering terjadi di masa lalu lebih mungkin terjadi lagi di masa mendatang," tambah Enard, dikutip dari Live Science, Rabu (28/4/2021).
Menggunakan informasi yang tersedia di database publik, Enard dan timnya menganalisis genom 2.504 orang di 26 populasi manusia yang berbeda di seluruh dunia.
Ketika virus Corona menyelinap ke dalam sel manusia, virus membajak mesin sel untuk bereplikasi. Artinya, keberhasilan virus bergantung pada interaksinya dengan ratusan protein manusia berbeda.
Baca Juga: Pakar: Orang yang Divaksin Tak Perlu Terlalu Khawatir dengan Varian Baru
Para peneliti menyeleksi sekumpulan 420 protein manusia yang diketahui berinteraksi dengan virus Corona, di mana 332 di antaranya berinteraksi dengan SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19.
Sebagian besar protein ini membantu virus untuk mereplikasi di dalam sel, tetapi beberapa membantu sel melawan virus.
Gen yang mengkode protein tersebut bermutasi secara acak dan terus-menerus, tetapi jika mutasi memberikan keuntungan pada gen, seperti kemampuan yang lebih baik untuk melawan virus, itu akan memiliki peluang lebih baik untuk diturunkan ke generasi berikutnya.
Para peneliti menemukan bahwa pada orang keturunan Asia Timur, gen tertentu yang diketahui berinteraksi dengan virus Corona telah diturunkan. Dengan kata lain, seiring waktu, varian tertentu muncul lebih sering daripada yang diharapkan.
Serangkaian mutasi ini kemungkinan besar membantu nenek moyang populasi manusia ini, menjadi lebih resisten terhadap virus purba dengan mengubah seberapa banyak protein ini dibuat oleh sel.
Para peneliti menemukan bahwa varian gen mengkode 42 dari 420 protein yang dianalisis mulai meningkat frekuensinya sekitar 25.000 tahun lalu.
"Virus corona mungkin telah ada sejak lama sebelum manusia ada. Tapi sangat sulit untuk mengatakan apakah virus yang menyebabkan evolusi ini juga merupakan virus Corona, meskipun tampaknya teori tersebut masuk akal," kata Joel Wertheim, profesor di Departemen Kedokteran University of California.
Enard setuju bahwa patogen purba yang menjangkiti nenek moyang manusia, mungkin bukan virus Corona, tetapi itu kemungkinan jenis virus lain yang kebetulan berinteraksi dengan sel manusia dengan cara sama, seperti dilakukan virus Corona.
Walau begitu, kelompok peneliti lain baru-baru ini menemukan bahwa sarbecovirus, keluarga virus Corona mencakup SARS-CoV-2, pertama kali berevolusi 23.500 tahun lalu, sekitar waktu yang sama dengan varian gen mengkode protein terkait virus Corona pertama kali muncul pada manusia.
Meskipun temuan ini menarik, Enard mengatakan, tidak ada bukti bahwa adaptasi gen purba ini membantu melindungi manusia modern dari SARS-CoV-2.
Sebaliknya, faktor sosial dan ekonomi, seperti akses ke perawatan kesehatan, kemungkinan memainkan peran yang jauh lebih besar daripada gen yang terkena Covid-19.