Suara.com - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) baru saja menerbitkan laporan berkala terkait situasi hak-hak digital di Indonesia sepanjang tahun 2020.
Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SAFEnet mengatakan bahwa situasi pemenuhan hak-hak digital di Indonesia kian memburuk selama tiga tahun terakhir atau sejak 2018.
"Mulai dari status Waspada pada tahun 2018, lalu Siaga Satu di tahun 2019, dan kita semakin mendekati otoritarianisme digital karena pada tahun 2020 meningkat statusnya menjadi Siaga Dua,” ungkap Damar dalam keterangannya, Minggu (25/4/2021).
Dalam laporan bertajuk Represi Digital di Tengah Pandemi, sepanjang 2020 SAFEnet mencatat ada 84 kasus pemidanaan terhadap warga. Angka ini meningkat tajam dibandingkan dari tahun sebelumnya yang hanya ada 24 kasus.
Baca Juga: Mendagri Minta Masyarakat Petik Pelajaran dari India, Patuhi Larangan Mudik
"Konsumen, aktivis, buruh, pelajar, dan mahasiswa merupakan kalangan yang banyak dikriminalisasi dengan pasal karet UU ITE," ungkap Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet Nenden Sekar Arum.
Ia mengatakan, kasus yang paling banyak dijerat adalah kasus dengan dengan pasal 28 ayat 2 dan pasal 27 ayat 3 UU ITE. Namun ada juga penggunaan pasal lain seperti pasal 14-15 UU No. 1 Tahun 1946 dan pasal 28 ayat 1 UU ITE tentang kabar bohong.
Selain itu, SAFEnet mencatat ada 147 serangan digital yang dilaporkan. Kemudian Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) melonjak drastis hingga sepuluh kali lipat atau 620 insiden yang dicatat oleh SAFEnet.
Menurut laporan, maraknya kriminalisasi selama 2020 tak bisa dilepaskan dari dua hal, yakni penanganan pandemi Covid-19 dan pengesahan UU Cipta Kerja.
Dalam telegram Kapolri Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1.2020 pada 4 April 2020, Kapolri telah menginstruksikan agar jajarannya melaksanakan patroli siber untuk memantau situasi hoaks Covid-19, kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi, hingga penghinaan terhadap penguasa/presiden dan pejabat pemerintah.
Baca Juga: SAFEnet: Pernyataan Presiden soal UU ITE Harus Dipahami Lebih Lanjut
Kemudian, Kapolri juga menerbitkan telegram Nomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 pada 2 Oktober 2020 yang merupakan respons terhadap penolakan pengesahan UU Cipta Kerja.
Wijayanto selaku Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES menyatakan, laporan SAFEnet senada dengan temuan-temuan LP3ES.
"Di masa pandemi ini, terjadi praktek-praktek otoritarian arena kebijakan-kebijakan rezim meladeni urusan oligarki ketimbang kepentingan warga. Nyawa warga tidak dianggap penting, lebih banyak kepentingan ekonomi elit yang dipentingkan da ini menimbulkan kemunduran demokrasi," pungkasnya.