Suara.com - Smartphone Vivo baru saja diembargo atau dilarang oleh maskapai Hong Kong Air Cargo. Perusahaan asal China ini akhirnya buka suara terkait insiden tersebut.
“Kami memperhatikan bahwa kiriman barang, beberapa di antaranya adalah produk Vivo, terbakar di apron parkir Bandara Internasional Hong Kong pada 11 April,” kata Vivo, dikutip dari Android Authority, Selasa (13/4/2021).
"Kami telah memberikan perhatian yang tinggi dan segera membentuk tim khusus untuk bekerja sama dengan pihak berwenang setempat untuk menemukan penyebabnya," tambahnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Maskapai Hong Kong Air Cargo resmi melarang atau menerapkan embargo untuk semua pengiriman smartphone Vivo. Hal ini disebabkan salah satu model ponsel, Vivo Y20 terbakar di bandara Hong Kong.
Baca Juga: Duet Kamera Zeiss Optics dan Chipset Handal, Ini Spesifikasi Vivo X60 Pro
"Dengan menyesal kami informasikan kepada anda bahwa pembaruan embargo terbaru akan segera berlaku, termasuk untuk semua jenis ponsel Vivo," ujar pernyataan maskapai tersebut tertanggal 11 April, dikutip dari India Times, Senin (12/4/2021).
Insiden ini akan mencoreng nama Vivo sebagai salah satu brand smartphone. Terlebih jika maskapai lain meniru keputusan tersebut untuk melarang pengiriman smartphone Vivo dengan pesawat.
"Ini adalah kecelakaan yang tidak menguntungkan," kata Faisal Kawoosa selaku analis di firma riset TechArc India.
"Hal itu dapat menurunkan kepercayaan konsumen hingga akar penyebabnya diketahui. Saya berharap Vivo dapat secara proaktif mendidik para stakeholders tentang penyebabnya dan memastikan itu tidak ada hubungannya dengan desain produk dan lain-lain," tambah Kawoosa.
Senada dengan Kawoosa, N. Chandramouli selaku peneliti dari TRA Research India juga menyebutkan bahwa ini bisa jadi masalah besar bagi Vivo apabila tidak diselesaikan.
Baca Juga: Dijual Rp 7 Jutaan dengan Kamera Ciamik, Ini Spesifikasi Vivo X60
"Sebab, semua bandara dan maskapai penerbangan akan melakukan pencatatan atas situasi tersebut dan akan berdampak pada larangan yang meluas ke semua ponsel Vivo pada penerbangan di seluruh dunia," kata Chandramouli.
Kasus embargo atau pelarangan terhadap ponsel bukan pertama kali terjadi. Pada 2017, Samsung harus menarik kembali Galaxy Note 7 setelah ponsel dilaporkan meledak karena terlalu panas.
“Jika Anda mengingat episode ledakan baterai Samsung, butuh waktu hampir empat sampai lima bulan untuk pengendalian krisis. Tetapi penjualan dan kepercayaan konsumen terus menurun untuk waktu yang lebih lama, bahkan setelah masalah baterai diselesaikan," jelas Chandramouli.
"Pada akhirnya, konsumen adalah pendukung terbesar untuk merek apapun. Jika konsumen mulai percaya bahwa ponsel Vivo meledak, hal itu dapat menyebabkan efek berjenjang yang besar pada merek tersebut," pungkasnya.