Suara.com - Menurut data dari National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC), lebih dari separuh pelecehan anak secara online dilakukan melalui aplikasi Facebook.
Organisasi amal yang berbasis di Inggris tersebut menyerukan agar lebih banyak tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mengatasi pelecehan dalam pesan pribadi.
Facebook sebelumnya telah mengungkapkan rencana untuk membuat perpesanan di seluruh aplikasinya, termasuk Instagram dan Facebook Messenger, dienkripsi secara end-to-end untuk meningkatkan privasi pengguna.
Namun NSPCC berpendapat bahwa jumlah kejahatan ini, yang dikumpulkan melalui permintaan Freedom of Information, menunjukkan bahwa rencana enkripsi Facebook akan membuat anak-anak berada pada risiko yang lebih besar.
Baca Juga: Cara Menonaktifkan Kotak Saran Teman di Facebook
NSPCC mengatakan bahwa data yang direkam oleh polisi menunjukkan kasus pelecehan melalui gambar seksual atau tidak senonoh terhadap anak-anak sebanyak 9.477 kasus antara Oktober 2019 dan September 2020, di mana 52 persen terjadi di aplikasi milik Facebook.
Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa Instagram digunakan pada lebih dari sepertiga kasus.
NSPCC berpendapat bahwa jika Facebook melanjutkan rencana enkripsi, banyak dari kasus pelanggaran ini tidak dapat dilaporkan di masa depan kecuali ada perlindungan baru.
Akibatnya, badan amal tersebut mendesak pemerintah untuk memperkuat kewenangan RUU Keamanan Online yang akan datang untuk mengizinkan regulator yang diusulkan, Ofcom, untuk mengambil tindakan terhadap perusahaan yang dapat membahayakan anak-anak.
NSPCC berpendapat bahwa meskipun enkripsi end-to-end menawarkan sejumlah manfaat, termasuk privasi yang lebih baik, itu akan menghambat kemampuan platform dan lembaga penegak hukum untuk mengidentifikasi pelecehan anak.
Baca Juga: Telkom Gelar Kabel Bawah Laut Langsung ke Amerika Serikat
"Jika undang-undang akan memberikan perubahan yang berarti, maka perlu diperkuat secara tegas untuk menangani pelecehan dalam pesan pribadi, salah satu ancaman terbesar bagi anak-anak saat online," kata Andy Burrows, kepala kebijakan online keselamatan anak NSPCC, dikutip dari Independent, Jumat (2/4/2021).
Pada bulan lalu, seorang pejabat senior di Badan Kejahatan Nasional mengatakan rencana enkripsi Facebook menimbulkan ancaman eksistensial terhadap perlindungan anak.
Menanggapi hal tersebut, juru bicara Facebook mengatakan bahwa enkripsi end-to-end sudah menjadi teknologi keamanan terkemuka yang digunakan banyak layanan untuk menjaga keamanan orang-orang, termasuk anak-anak, dari informasi pribadi yang diretas dan dicuri.
"Eksploitasi anak tidak memiliki tempat di platform kami dan kami akan terus memimpin industri dalam mengembangkan cara baru untuk mencegah, mendeteksi, dan menanggapi pelecehan," ucap juru bicara perusahaan Facebook.
Menanggapi laporan terbaru dan melihat ke RUU Keamanan Online, NSPCC mengatakan, pihaknya meminta pemerintah mengalihkan tanggung jawab ke perusahaan teknologi untuk menunjukkan mereka mengidentifikasi dan mengurangi risiko dalam produk sebelum meluncurkannya.
Juru bicara pemerintah mengatakan bahwa RUU Keamanan Online akan melindungi anak-anak dan memastikan tidak ada ruang yang aman bagi para pedofil untuk bersembunyi di media sosial.
Selain itu, beban akan ditanggung sepenuhnya pada perusahaan media sosial untuk membuktikan bahwa perusahaan bisa melakukan apa pun untuk menjaga keamanan anak-anak dan tidak akan dapat menggunakan enkripsi sebagai alasan.