Suara.com - Para astronom di Italia telah mengidentifikasi tempat teraman untuk hidup di Bimasakti.
Hasilnya, manusia saat ini berada di tepi banyak tempat tinggal yang ramah, meskipun di masa muda Bimasakti, tepi galaksi adalah tempat yang lebih aman.
Banyak faktor yang membuat planet bisa dihuni. Misalnya, planet harus berada di zona Goldilocks, di mana panas dan aktivitas dari bintang induknya tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Selain kondisi, kehidupan juga harus tahan terhadap radiasi berbahaya yang datang dari ruang antarbintang.
Peristiwa kosmik yang dahsyat, seperti supernova dan semburan sinar gamma, mengalirkan partikel berbahaya.
Tidak hanya dapat membunuh semua makhluk hidup, tetapi partikel-partikel ini juga dapat melucuti seluruh atmosfer planet.
Berkaca pada peristiwa tersebut, para ilmuwan percaya bahwa planet yang mengorbit sistem bintang di dekatnya akan terhapus dari kehidupan.
Dengan menggunakan model pembentukan dan evolusi bintang, para astronom menghitung kapan wilayah tertentu di galaksi akan terkena radiasi berbahaya.
Pada awal sejarah galaksi, Bimasakti bagian dalam hingga sekitar 33.000 tahun cahaya diterangi dengan pembentukan bintang yang intens, yang membuatnya tidak ramah bagi kehidupan.
Pada saat ini, galaksi sering diguncang oleh ledakan kosmik yang kuat, tetapi daerah terluar, yang memiliki lebih sedikit bintang, sebagian besar terhindar dari bencana tersebut.
Hingga sekitar 6 miliar tahun yang lalu, sebagian besar wilayah di Bimasakti secara teratur disterilkan oleh ledakan besar. Saat galaksi menua, ledakan seperti itu menjadi jarang terjadi.
Saat ini, wilayah tengah Bimasakti yang membentuk cincin dari 6.500 tahun cahaya dari pusat galaksi hingga sekitar 26.000 tahun cahaya dari pusat adalah area teraman bagi kehidupan.
"Jika lebih dekat ke pusat, supernova dan peristiwa lain masih sering terjadi serta lebih banyak semburan sinar gamma," kata Riccardo Spinelli, astronom di University of Insubria, Italia, dikutip dari Live Science, Kamis (1/4/2021).
Penelitian baru yang diterbitkan dalam jurnal Astronomy and Astrophysics edisi Maret ini, dapat membantu para astronom memutuskan di mana mencari eksoplanet yang dapat dihuni di masa depan.
Untuk saat ini, teknologi masih membatasi para astronom dalam mencari area terdekat.