Suara.com - Seorang perempuan terduga teroris ditembak mati oleh polisi pada Rabu (31/1/2021) sore karena menyerang Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) di Jakarta menggunakan sebuah pistol yang diduga sebagai airgun.
Foto-foto yang beredar di media sosial menunjukkan benda mirip pistol tergeletak di dekat jenazah pelaku penyerangan. Senjata itu diduga sebagai airgun karena adanya fitur mirip tabung kecil berwarna silver pada gagang pistol.
Airgun sendiri tak lain adalah salah satu jenis senjata angin. Dengan kata lain, mekanisme yang digunakan untuk menembak memanfaatkan tekanan angin. Mekanisme yang sama bisa ditemukan pada senapan angin atau airsoft gun.
Bedanya pada airgun angin yang digunakan adalah karbon dioksida atau CO2. Adapun tabung berwarna keperakan pada gagang pistol yang digunakan perempuan penyerang Mabes Polri diduga sebagai wadah tempat menyimpan karbon dioksida.
Selain itu, peluru yang digunakan juga berbentuk bola kecil atau gotri yang terbuat dari logam. Beda dari airsoft gun yang menggunakan peluru dari plastik yang lebih ringan.
Alhasil airgun lebih memiliki kekuatan dan lebih berbahaya ketimbang airsoft gun. Jika ditembak dari jarak dekat, airgun bisa melukai atau bahkan mematikan orang.
Contohnya di Inggris pada Mei 2016 lalu, ketika seorang bocah 13 tahun tewas setelah ditembak oleh sebuah senjata angin. Ia terkena peluru senjata itu pada lehernya.
Syarat memiliki airgun
Di Indonesia untuk memiliki senjata jenis airgun ini tak bisa sembarangan, karena diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga atau Perkapolri 8/2012.
Baca Juga: Perbakin soal Klub Menembak Terduga Teroris Mabes Polri: Sudah Bubar!
Persyaratan untuk memiliki airgun adalah: