Pihaknya yakin bahwa model virus yang dibuat merupakan titik awal yang baik.
"Sekarang, pertanyaannya adalah tekanan dan ketegangan seperti apa yang menyebabkan virus pecah," ujar dia.
Untuk mengetahui jawabannya, para ilmuwan menggunakan getaran akustik dalam simulasi.
Tim mulai dengan getaran 100 megahertz atau 100 juta siklus per detik dan mengamati bagaimana getaran berdesir melalui struktur virus di berbagai frekuensi ultrasonik.
Saat para ahli memaparkan virus ke gelombang ultrasonik 100 MHz, getaran alami virus pada awalnya tidak dapat dideteksi.
Tetapi dalam sepersekian milidetik, getaran eksternal beresonansi dengan frekuensi osilasi alami virus, menyebabkan cangkang dan paku melengkung ke dalam.

Ketika ada peningkatan amplitudo, intensitas, dan getaran, cangkang virus bisa patah.
Pada frekuensi yang lebih rendah dari 25 MHz dan 50 MHz, virus menekuk dan membelah lebih cepat, baik pada tingkat simulasi udara dan air yang kepadatannya serupa dengan cairan di dalam tubuh.
"Frekuensi dan intensitas ini berada dalam kisaran yang aman digunakan untuk pencitraan medis," simpul Wierzbicki.
Baca Juga: Peneliti: Covid-19 Bisa Memicu Masalah Pendengaran hingga Vertigo
Para ilmuwan sekarang bekerja sama dengan ahli mikrobiologi di Spanyol untuk menyempurnakan dan memvalidasi temuan ini.