Lebih dari 87 Ribu Penelitian Covid-19 Diterbitkan Sejak Pandemi Dimulai

Selasa, 02 Maret 2021 | 11:30 WIB
Lebih dari 87 Ribu Penelitian Covid-19 Diterbitkan Sejak Pandemi Dimulai
Ilustrasi ilmuwan. [Pixabay/felixioncool]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Virus Corona (Covid-19) yang telah menjadi pandemi global, membuat banyak ilmuwan meneliti tentang virus tersebut. Laporan baru mengungkap, para ilmuwan dari seluruh dunia telah menerbitkan lebih dari 87.000 makalah tentang Covid-19 sejak awal pandemi hingga Oktober 2020.

Mengingat pentingnya pandemi, para peneliti sendiri dikejutkan oleh jumlah penelitian dan makalah lain yang dihasilkan dalam waktu singkat.

"Itu adalah jumlah publikasi yang mencengangkan dan mungkin belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah sains. Hampir semua komunitas ilmiah di seluruh dunia mengalihkan perhatiannya pada satu masalah ini," kata Caroline Wagner, profesor di John Glenn College of Public Affairs, seperti dikutip dari Scitechdaily, Selasa (2/3/2021).

Wagner yang juga seorang penulis penelitian melakukan analisis dengan Xiaojing Cai dari Universitas Zhejiang di Cina dan Caroline Fry dari Universitas Hawaii.

Baca Juga: Setahun Covid-19, Angka Testing Indonesia Masih Jauh dari Standar WHO

Studi tersebut dipublikasikan secara online pada Februari 2021 di jurnal Scientometrics.

Para peneliti mencari artikel terkait virus Corona di beberapa database ilmiah dan menemukan bahwa 4.875 artikel ditulis antara Januari dan pertengahan April 2020.

Ilustrasi laboratorium (Unsplash)
Ilustrasi laboratorium (Unsplash)

Jumlahnya naik menjadi 44.013 pada pertengahan Juli dan 87.515 pada awal Oktober.

Wagner membandingkan penelitian tentang virus Corona dengan perhatian yang diberikan pada sains skala nano, yang merupakan salah satu topik terpanas dalam sains selama tahun 1990-an.

Menurutnya, butuh lebih dari 19 tahun untuk menambahkan jumlah 4.000 artikel menjadi 90.000 artikel ilmiah tentang topik tersebut.

Baca Juga: Dampak Pandemi, Pengrajin Anyaman Bambu: 10 Hari Hanya Bisa Buat 5 Biji

"Penelitian virus Corona mencapai level yang hampir sama hanya dalam waktu sekitar lima bulan," tambah Wagner.

Penelitian baru ini merupakan pembaruan dari studi yang diterbitkan para peneliti pada Juli di PLOS ONE.

Dalam studi sebelumnya, para peneliti menemukan bahwa China dan Amerika Serikat memimpin dunia dalam penelitian virus Corona selama bulan-bulan awal pandemi.

Penelitian baru ini juga menunjukkan bahwa kontribusi China menurun secara signifikan setelah tingkat infeksi di negara itu turun.

Mulai dari 1 Januari hingga 8 April, para ilmuwan China terlibat dalam 47 persen dari semua publikasi di seluruh dunia tentang virus Corona.

Kemudian jumlahnya menurun menjadi hanya 16 persen dari 13 Juli hingga 5 Oktober. Hasil serupa ditemukan di negara lain ketika tingkat infeksi menurun di antara populasi.

Kemungkinan pendanaan pemerintah untuk penelitian tentang masalah ini turun secara drastis di negara-negara seperti China ketika pandemi tidak lagi menjadi ancaman besar.

Ilustrasi virus corona Covid-19, masker bedah (Pixabay/Coyot)
Ilustrasi virus corona Covid-19, masker bedah (Pixabay/Coyot)

Sementara itu, ilmuwan di Amerika Serikat terlibat dalam 23 persen dari semua penelitian virus Corona di seluruh dunia pada awal pandemi dan meningkat sekitar 33 persen dari Juli hingga Oktober.

Studi baru menemukan bahwa jumlah tim dalam proyek penelitian virus Corona terus menurun. Tak hanya itu, tingkat kolaborasi internasional juga terus menurun. Sebagian besar alasannya karena larangan bepergian membuat para ahli tidak mungkin bertemu.

Menurut Wagner, hal ini sangat merugikan pembentukan kolaborasi baru di antara para ilmuwan, yang hampir selalu dimulai dengan tatap muka.

Tetapi, mungkin juga ada komponen politik, terutama dalam kolaborasi Amerika Serikat-China. Persyaratan tinjauan studi pemerintah China mungkin merugikan.

Selain itu, pemerintah Amerika Serikat telah memberikan pengawasan lebih kepada para peneliti China di Amerika Serikat, yang mungkin menyebabkan beberapa ilmuwan enggan melakukan kemitraan.

Padahal, Wagner menjelaskan bahwa para ilmuwan perlu mencari cara cara untuk memulai kembali kolaborasi saat umat manusia memasuki periode pasca-Covid-19.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI