Suara.com - Para ilmuwan menganalisis temperatur udara harian dan tingkat infeksi virus Corona (Covid-19), di 50 negara belahan Bumi utara untuk mengukur pengaruhnya terhadap penularan Covid-19.
Para ahli percaya bahwa memahami dampak perubahan suhu musiman terhadap penularan virus, merupakan faktor penting dalam mengurangi penyebarannya di tahun-tahun mendatang.
Peningkatan penularan Covid-19, sebagian besar terjadi di bulan-bulan yang lebih dingin dan tidak terlalu lembab. Sementara penurunan penularan terjadi di bulan-bulan yang lebih hangat dan lebih lembab.
Dengan pemahaman tersebut, para ilmuwan di Christina Lee Brown Envirome Institute, Johns Hopkins University School of Medicine, dan U.S. Department of Defense Joint Artificial Intelligence Center berteori bahwa suhu atmosfer juga akan memengaruhi penularan Covid-19.
Baca Juga: Suhu Udara di Kabupaten Cilacap Terasa Panas, BMKG: Sudah 7 Kali Kejadian
Para peneliti membandingkan data suhu rendah harian dan mencatat kasus Covid-19 di 50 negara di belahan Bumi utara antara 22 Januari dan 6 April 2020.
Penelitian yang diterbitkan di PLOS One pada 17 Februari 2021 itu menunjukkan bahwa saat suhu meningkat, tingkat kasus baru Covid-19 menurun.
Analisis data menunjukkan bahwa antara 30 dan 100 derajat Fahrenheit, peningkatan 1 derajat Fahrenheit pada suhu rendah harian dikaitkan dengan penurunan 1 persen dalam peningkatan kasus Covid-19.
Sementara penurunan suhu 1 derajat dikaitkan dengan peningkatan kasus sebesar 3,7 persen.
"Meskipun Covid-19 adalah penyakit menular yang penularannya tidak bergantung pada suhu, penelitian kami menunjukkan bahwa virus itu juga mungkin memiliki komponen musiman," kata Aruni Bhatnagar, Ph.D., rekan penulis dan direktur Brown Envirome Institute, seperti dikutip dari Scitechdaily, Jumat (26/2/2021).
Baca Juga: Nakes Mulai Divaksin, Wagub DKI: 50% Penularan Covid-19 Ada di Faskes
Meski begitu, pengaruh suhu pada laju penularan tetap mengalami intervensi sosial seperti menjaga jarak serta waktu yang dihabiskan di dalam ruangan dan faktor lainnya.
Kombinasi dari faktor-faktor tersebut pada akhirnya menentukan penyebaran Covid-19.
Para ahli menyimpulkan bahwa bulan-bulan musim panas dikaitkan dengan penularan Covid-19 yang melambat.
Efek musiman ini dapat berguna dalam perencanaan lokal untuk intervensi sosial dan waktu kemunculan kembali virus.
Namun, di Amerika Serikat, lonjakan kasus Covid-19 justru terjadi selama musim panas. Tetapi para peneliti mencatat bahwa berdasarkan data yang dianalisis, suhu musim panas yang lebih dingin dapat menyebabkan jumlah kasus yang lebih tinggi.
Data tersebut juga menunjukkan bahwa korelasi antara suhu dan penularan jauh lebih besar daripada hubungan antara suhu dan pemulihan atau kematian akibat Covid-19.