Australia Sahkan UU yang Paksa Media Sosial Bayar Konten Perusahaan Media

Liberty Jemadu Suara.Com
Kamis, 25 Februari 2021 | 22:13 WIB
Australia Sahkan UU yang Paksa Media Sosial Bayar Konten Perusahaan Media
CEO Facebook, Mark Zuckerberg saat menghadiri dengar pendapat dengan anggota Kongres AS, Rabu (23/10/2019). [AFP/Mandel Ngan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Austsralia pada Kamis (25/2/2021) mengesahkan undang-undang yang akan mewajibkan perusahaan internet raksasa seperti Google dan Facebook untuk membayar konten milik perusahaan media yang tayang di platform mereka.

UU ini diklaim sebagai pertama di dunia yang mewajibkan raksasa teknologi dunia untuk membayar konten milik perusahaan media, demikian diwartakan BBC.

Penerapan UU itu, yang disahkan oleh parlemen Australia, sedang diamati oleh negara lain dari industri media massa di dunia. Beberapa negara, salah satunya Kanada, telah menyatakan akan meniru langkah Australia.

Di Indonesia sendiri pemerintah sedang menyusun regulasi Publisher Rights. Asosiasi profesi wartawan dan perusahaan media juga telah mendorong pemerintah untuk meniru langkah Australia tersebut.

Baca Juga: Facebook Sepakat Bayar Rp 14 Triliun ke Perusahaan Media Australia

Isi regulasi
UU bertajuk News Media Bargaining Code itu isinya mengatur agar perusahaan raksasa teknologi dan perusahaan media bernegosiasi, menentukan besarnya bayaran setiap konten yang diambil.

Regulasi ini juga mewajibkan Facebook serta google untuk berinvestasi puluhan juta dolar untuk mengembangkan konten digital lokal. Jika negosiasi gagal, maka arbitrator independen akan ditugaskan untuk menetapkan harga yang harus dibayar perusahaan internet ke perusahaan media.

Aturan ini penting karena selama ini, hampir di seluruh dunia, perusahaan media sudah sangat bergantung pada raksasa teknologi seperti Google serta Facebook untuk menggaet pembaca. Intervensi pemerintah dalam hal ini penting untuk membantu perusahaan media yang punya posisi tawar lemah.

Yang juga diatur oleh UU ini adalah kewajiban raksasa teknologi untuk melaporkan perubahan algoritma platform mereka ke perusahaan media. Perubahan itu akan memutuskan berita seperti apa yang tayang di platform tersebut.

Sempat diprotes
Google dan Facebook sempat memprotes aturan baru di Australia ini. Google mengatakan akan hengkang dari Australia jika aturan itu diberlakukan. Facebook lebih ekstrem. Pekan lalu, semua konten berita media Australia dicopot dan dilarang tayang di platform besutan Mark Zuckerberg tersebut.

Baca Juga: Riset Google Hingga Oktober 2020, Deretan Kata Kunci Ini Paling Dicari

Tetapi, Google belakangan kemudian sepakat untuk mengikuti aturan di Australia. Raksasa mesin pencari itu bahkan akan bekerja sama dengan beberapa perusahaan media Australia.

Sementara Facebook pada pekan ini mengumumkan akan membuka blokir atas media-media Australia dan bersedia bekerja sama.

Perubahan kebijakan Facebook ini karena pemerintah Australia sudah sepakat untuk mengubah beberapa bagian dalam undang-undang barunya itu.

Indonesia tirulah Australia
Perkembangan di Australia ini diamati dengan seksama oleh pihak terkait di Indonesia. Di sela peringatana Hari Pers Nasional pada awal bulan ini, Presiden Joko Widodo memerintahkan bawahannya untuk menyusun regulasi soal Publisher Rights.

Regulasi ini, kata Jokowi, untuk menjamin perusahaan media sebagai publisher, selain para raksasa internet sebagai distributor, memperoleh manfaat ekonomi dari konten-konten mereka.

"Saya akan perintahkan kepada menteri-menteri terkait dengan rancangan regulasi yang melindungi publisher agar manfaat ekonomi bisa dinikmati secara berimbang antara media konvensional dengan over the top yaitu layanan melalui internet," kata Jokowi pada 9 Februari lalu.

Sementara Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut kepada Suara.com mengatakan bahwa strategi Australia patut ditirut oleh Indonesia.

"Dalam kondisi market sekarang, rasanya perusahaan media tidak bisa bertempur sendiri tanpa keberpihakan pemerintah dan regulasi," kata Wens, mengacu pada timpangnya relasi antara perusahaan media dengan platform internet di Indonesia.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga mengutarakan pendapat yang sama. Pemerintah harus hadir untuk memaksa raksasa internet bernegosiasi dengan perusahaan media di Indonesia.

"Itu pola yang bisa diadopsi di Indonesia. Artinya media difasilitasi oleh pemerintah untuk bernegosiasi dengan perusahaan raksasa teknologi, seperti Facebook dan Google," kata Ketua AJI Abdul Manan.

Sayang, sampai berita ini ditayangkan, baik Facebook maupun Google belum memberikan tanggapan atas desakan di Indonesia ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI