Suara.com - Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika RI Prof Henry Subiakto menyatakan Kominfo paling banyak memblokir situs-situs pornografi dari berbagai jenis konten negatfi lainnya dalam beberapa tahun terakhir.
“Pemblokiran terbanyak di Indonesia 70 persennya pornografi, hingga sekarang paling besar itu pornografi, karena memang kita punya mesin crawling,” kata Henry di Banda Aceh, Kamis (18/2/2021).
Sebelum 2018, dia menjelaskan Kominfo harus menunggu laporan atau pengaduan konten dari masyarakat untuk melakukan pemblokiran terhadap situs porno.
Hal itu membuat pemblokiran menjadi lambat, bahkan hanya bisa memblokir sekitar 3 ribu situs porno dalam jangka waktu setahun. Namun, kata dia, berbeda ketika Kominfo telah memiliki mesin pengais atau crawling tersebut.
Baca Juga: Ketua Kadis Kominfo Indonesia Digerebek Selingkuh Dengan Istri Orang Lain
“Kalau sekarang tiga ribu situs (porno) tersebut hanya dalam satu bulan, karena memang mesin ini yang mencari, karena tunggu laporan orang tidak ada yang melaporkan, dulu ya. Kalau sekarang kami cepat sekali,” katanya.
Ia mengatakan crawling merupakan mesin yang digunakan untuk menangkal konten-konten negatif di internet. Mesin ini menghalau konten-konten seperti pornografi menyebar luas di dunia maya.
Hingga tahun 2020, lanjut dia, angka pemblokiran situs porno mencapai 70 persen, dibandingkan dengan pemblokiran konten-konten lainnya.
“Jumlahnya (situs diblokir) saya tidak hafal ya. Pornografi, perjudian paling banyak itu, sama hoaks juga tapi tidak terlalu banyak,” katanya.
Jadi pemblokirannya ada yang aktif, Kominfo mencari pakai mesin crawling, ada juga yang pasif menunggu laporan masyarakat, pengaduan konten, termasuk penipuan online,” katanya.
Baca Juga: Clubhouse Terancam Diblokir oleh Kominfo
Namun, menurut dia, yang membuat sulit pemblokiran tersebut ketika konten-konten negatif tersebut berada di balik aplikasi lainnya.
“Seperti bersembunyi di Twitter, maka kita harus kerjasama dengan Twitter. Jadi tidak semudah dibayangkan, karena sesuatu yang dianggap di Indonesia porno, belum tentu porno di negara lain,” katanya. [Antara]