Suara.com - Facebook baru saja melakukan memblokir para pengguna Australia. Kini mereka tidak bisa lagi melihat atau membagikan konten berita di halaman media sosial tersebut.
Managing Director Facebook Australia dan Selandia Baru, William Easton menyatakan, keputusan ini dibuat sebagai respons dari Undang-Undang (UU) pemerintah Australia.
UU tersebut mengharuskan perusahaan digital seperti Google atau Facebook untuk membayar perusahaan media atas konten berita yang dikumpulkan dan disebarluaskan di platform mereka.
"Ini membuat kami menghadapi pilihan yang berat, berusaha untuk mematuhi hukum yang mengabaikan realitas hubungan ini atau berhenti mengizinkan konten berita pada layanan kami di Australia. Dengan berat hati, kami memilih yang terakhir," ujar Easton dalam blog resmi Facebook diterima Suara.com, Kamis (18/2/2021).
![Ilustrasi konten berita. [Shutterstock]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/06/30/91013-konten-berita.jpg)
Menurut Easton, Facebook memiliki cara kerja berbeda dari Google. Di Google Search atau Google Penelusuran, mereka mendapatkan keuntungan dari konten berita yang ada di platformnya.
Sementara bagi Facebook, perusahaan media melalui laman resmi mereka secara sukarela memosting konten berita mereka di Facebook.
Sebab, hal tersebut memungkinkan pihak media untuk mendapat lebih banyak pelanggan, menumbuhkan audiens, hingga meningkatkan pendapatan iklan.
Selain itu, Easton mengungkapkan bahwa nilai pertukaran antara perusahaan media dan Facebook berbanding terbalik dengan UU tersebut.
Tahun lalu, Facebook telah menghasilkan 5,1 miliar dolar Australia rujukan gratis untuk posting yang disebar di platformnya yang setara 407 juta dolar Australia atau Rp 4,4 triliun. Artinya, perusahaan media untung Rp 4,4 triliun atas konten berita yang disebar di Facebook.
Baca Juga: Buntut dari UU Baru, Media Australia Tidak Bisa Bagikan Berita di Facebook
Sementara dari penilaian Facebook, keuntungan bisnis dari konten berita sangat minim. Easton menyatakan konten berita yang disebar di Facebook hanya 4 persen yang dilihat para penggunanya.