Dianggap Karet, 9 Pasal Disebut Bermasalah UU ITE

Rabu, 17 Februari 2021 | 14:30 WIB
Dianggap Karet, 9 Pasal Disebut Bermasalah UU ITE
Ilustrasi hukum (istockphoto)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto menyatakan, ada sembilan pasal bermasalah dalam UU ITE.

"Persoalan utama ada di pasal 27-29 UU ITE. Ini harus dicabut karena pasal karet, isinya multitafsir. Ada juga pasal yang sudah ada di aturan lain, jadinya duplikasi hukum," kata Damar kepada Suara.com, Rabu (17/2/2021).

Damar menambahkan, ada juga beberapa pasal yang rawan persoalan atau disalahgunakan. Sehingga pasal tersebut perlu diperbaiki rumusannya.

Berikut sembilan pasal bermasalah UU ITE karena dianggap pasal karet dan multitafsir:

1. Pasal 26 Ayat 3 tentang penghapusan informasi yang tidak relevan yang berbunyi "Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan."

Ilustrasi hukum. [Shutterstock]
Ilustrasi hukum. [Shutterstock]

Pasal ini bermasalah soal sensor informasi.

2. Pasal 27 Ayat 1 tentang Asusila dengan bunyi, "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."

Pasal ini bermasalah karena digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.

3. Pasal 27 Ayat 3 tentang defamasi yang berbunyi, "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Baca Juga: Tengku Zulkarnain Dukung Presiden Jokowi Revisi UU ITE

Pasal ini bermasalah karena dianggap bisa represif untuk warga yang mengkritik polisi, pemerintah, atau presiden.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI