"Komet itu sangat dekat dengan matahari sehingga bagian yang lebih dekat ke matahari merasakan tarikan gravitasi yang lebih kuat daripada bagian yang lebih jauh dari matahari, menyebabkan gaya pasang surut," kata Siraj, mahasiswa sarjana yang terlibat dalam penelitian tersebut.
Hal itu menyebabkan peristiwa yang disebut gangguan pasang surut sehingga komet besar yang datang sangat dekat dengan Matahari pecah menjadi komet yang lebih kecil.
Pada dasarnya, dalam perjalanan komet saat pecah keluar, ada kemungkinan statistik bahwa komet ini menghantam Bumi.
Namun, ini bertentangan dengan salah satu teori utama lainnya tentang asal-usul penabrak Bumi itu berasal. Yang lain mengatakan itu adalah bagian dari asteroid yang lebih besar yang berasal dari sabuk asteroid antara Jupiter dan Mars.

Dilansir dari Independent, Selasa (16/2/2021), makalah baru menunjukkan objek yang memulai hidupnya di awan Oort lebih layak sebagai bagian dari susunannya.
Penelitian di kawah Chicxulub dan kawah serupa lainnya menunjukkan bahwa objek yang menyebabkannya adalah benda yang relatif primitif yang disebut kondrit berkarbon.
Komposisi seperti itu lebih mungkin ditemukan pada objek awan Oort daripada yang berasal dari sabuk asteroid.
Para peneliti mengatakan bahwa hipotesis tersebut dapat diuji dengan studi lebih lanjut tentang kawah itu sendiri, termasuk yang serupa di Bulan.
Tim ahli berharap dapat menggunakan Observatorium Vera Rubin di Chili untuk mengamati komet dan perilakunya. Observatorium tersebut akan mulai beroperasi tahun depan.
Baca Juga: Asteroid Seukuran Jembatan Golden Gate Akan Lewati Bumi Bulan Depan