Suara.com - Dua pasien di Brasil positif terinfeksi lebih dari satu jenis virus Corona (Covid-19) saat yang sama, diyakini sebagai infeksi Covid-19 ganda pertama di dunia.
Para peneliti di Universitas Feevale menemukan hal itu setelah memeriksa 90 orang yang terinfeksi di Rio Grande do Sul, Brasil selatan.
Salah satu pasien dinyatakan positif untuk dua strain Brasil yang berkembang secara terpisah di negara bagian yang berbeda, yang dikenal sebagai P.1 dan P.2.
Varian P.1 menimbulkan kekhawatiran global karena tampaknya agak kebal terhadap vaksin.
Baca Juga: Kasus Baru Turun, Jepang Tetap Perpanjang Karantina Wilayah Darurat
Pasien lainnya dinyatakan positif P.2 dan strain B.1.91, yang pertama kali muncul di Swedia.
Peneliti utama penelitian ini, Fernando Spilki, mengatakan khawatir koinfeksi akan menghasilkan kombinasi dan varian baru dengan lebih cepat.
Menurut Dr John McCauley, direktur Worldwide Influenza Centre di Francis Crick Institute, mengatakan bahwa seseorang bisa saja terinfeksi oleh dua jenis strain pada waktu yang sama, yang dapat terjadi dengan flu.
Dr McCauley memperingatkan bahwa meski tidak mungkin, secara biologis kedua strain virus dapat mengganggu satu sama lain dan menukar kode genetik.
Ilmuwan senior lainnya curiga adanya kemungkinan peneliti di Brasil telah mencemari sampel mereka selama pengurutan sehingga menyebabkan hasil yang salah.
Baca Juga: Selama 2020, Korban PHK Imbas Corona di Jakarta Timur Capai 251 Orang
Brasil saat ini tengah dilanda gelombang kedua Covid-19 dengan lebih dari 1.000 kematian sehari dan memiliki jumlah kematian tertinggi kedua di dunia. Setidaknya dua varian virus telah muncul di sana.
Dr Julian Tang, profesor ilmu pernapasan di Universitas Leicester, mengatakan tidak jarang ada dua jenis virus yang menginfeksi orang yang sama.
"Sangat mungkin bagi seorang anak bersekolah, terinfeksi satu varian Covid-19 dan saudaranya yang lain terinfeksi varian Covid-19 berbeda, sehingga kedua anak tersebut membawa virus ke rumah untuk menginfeksi satu sama lain, menyebabkan orang tua mereka terinfeksi dengan kedua varian," kata Dr Tang, seperti dikutip dari Dailymail, Rabu (3/2/2021).
Meski begitu, skenario tersebut diragukan oleh Profesor Lawrence Young, ahli virologi di University of Warwick, yang mengatakan tidak mungkin dua galur Covid-19 dapat menginfeksi sel pada saat yang bersamaan.
"Jika satu virus masuk, itu akan mengambil alih sel dan sulit bagi virus lain untuk masuk," ucap Profesor Young.
Ia menambahkan bahwa perubahan pada virus itu didorong oleh mutasi acak. Melalui mekanisme tersebut, perubahan pada virus terjadi dan strain baru berkembang.
Sementara itu, tidak ada bukti bahwa varian telah muncul setelah bertukar gen di antara virus yang berbeda.
Namun, Profesor Keith Neal, ahli penyakit menular di Universitas Nottingham, mengatakan jika ada banyak penularan, seseorang dapat memiliki dua virus yang berbeda dalam waktu yang sama.
Tetapi ia memperingatkan ketika ada jenis varian yang dominan seperti strain Kent yang ditemukan di sebagian besar Inggris, orang-orang hanya cenderung tertular varian tersebut.
Covid-19 telah berevolusi menggunakan mutasi selama pandemi, yang dipicu ketika virus membuat kesalahan saat menggandakan dirinya.
Perubahan N501Y, yang membuat virus lebih menular adalah salah satu contohnya. Ini telah terjadi secara terpisah pada varian Kent, Afrika Selatan, dan Brasil.
Varian tersebut memicu kekhawatiran bahwa virus dapat bermutasi untuk menghindari kekebalan yang dipicu oleh vaksin, berdasarkan bentuk asli yang diidentifikasi di Wuhan, China.
Tetapi penelitian menunjukkan vaksin masih cukup untuk membunuh varian mutan. Meski demikian, pengembang vaksin sudah mengerjakan vaksin penguat untuk memastikan jika varian virus dapat menghindari kekebalan.