CDC Sebut Reaksi Alergi Vaksin Covid-19 Moderna Jarang Terjadi

Selasa, 26 Januari 2021 | 16:30 WIB
CDC Sebut Reaksi Alergi Vaksin Covid-19 Moderna Jarang Terjadi
Ilustrasi vaksin Covid-19. [Pearson0612/Pixabay]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menyatakan dalam data baru bahwa vaksin virus Corona (Covid-19) Moderna, jarang menyebabkan reaksi alergi parah.

Menurut Laporan Mingguan Morbiditas dan Kematian CDC, antara 21 Desember dan 10 Januari, lebih dari 4,04 juta orang diberi vaksin Moderna, hanya 10 orang yang menunjukkan reaksi alergi serius yang disebut anafilaksis.

Dengan kata lain, itu sekitar 2,5 kasus anafilaksis per satu juta orang yang divaksinasi.

Meski begitu, tidak diketahui secara pasti apa yang menyebabkan alergi parah. Tetapi sembilan dari 10 kasus ini terjadi di antara pasien dengan alergi yang diketahui sebelumnya.

Baca Juga: Airlangga Klaim 179 Ribu Dosis Vaksin Covid-19 Telah Didistribusikan

Vaksin moderna (VOA Indonesia)
Vaksin moderna (VOA Indonesia)

Sebagian besar pasien memiliki alergi terhadap berbagai obat-obatan seperti penisilin dan pasien lainnya dilaporkan memiliki alergi lingkungan serta makanan.

Sembilan dari 10 pasien mengalami gejala seperti muntah, mual, lidah bengkak, dan ruam dalam waktu 13 menit setelah mendapatkan vaksin dan satu gejala berkembang dalam 45 menit.

Sepuluh pasien telah dirawat dengan epinefrin, hormon yang juga dikenal sebagai adrenalin yang merupakan bahan utama dalam EpiPens dan autoinjektor serupa.

Sebanyak empat pasien dirawat di UGD dan enam lainnya dirawat di rumah sakit, dengan empat pasien membutuhkan intubasi. Namun, saat ini 10 pasien telah dilaporkan sembuh.

"Berdasarkan pemantauan awal ini, anafilaksis setelah menerima vaksin Moderna tampaknya merupakan peristiwa langka," tulis penulis dalam laporan tersebut, seperti dikutip dari Live Science, Selasa (26/1/2021).

Baca Juga: Benarkah Vaksinasi Covid-19 Harus Diulang Setahun Sekali?

Tetapi karena belum ada data yang tersebar luas tentang vaksin Covid-19, sulit untuk membandingkan risiko anafilaksis dengan vaksin non-Covid-19.

Dalam Laporan Mingguan Morbiditas dan Kematian sebelumnya, yang diterbitkan pada 15 Januari, para peneliti memperkirakan bahwa vaksin Pfizer-BioNTech menyebabkan anafilaksis pada sekitar 11,1 kasus per satu juta dosis.

Namun, anafilaksis yang terkait dengan vaksin Pfizer dan Moderna tampaknya berada di atas jumlah rata-rata kasus anafilaksis yang ditemukan untuk vaksin sebelumnya.

Pada tahun 2015, para peneliti menghitung bahwa kemungkinan memiliki reaksi alergi parah terhadap vaksin adalah sekitar 1,31 dalam satu juta dosis.

"Reaksi alergi yang sebenarnya terhadap vaksin sangat jarang. Secara statistik, Anda lebih mungkin disambar petir daripada memiliki reaksi anafilaksis yang sebenarnya terhadap vaksin," kata Dr. Purvi Parikh, ahli alergi dan imunologi di NYU Langone Health.

Ilustrasi Virus Corona (Unsplash/CDC)
Ilustrasi Virus Corona (Unsplash/CDC)

Meskipun kasusnya sangat jarang, para ilmuwan sedang menganalisis untuk mengidentifikasi apa yang dapat menyebabkan alergi.

Para ahli menyarankan agar orang yang mengalami reaksi alergi terhadap dosis pertama vaksin sebaiknya tidak menerima dosis kedua.

Selain itu, pusat vaksin harus memiliki semua persediaan yang diperlukan dan staf terlatih untuk mengobati anafilaksis.

CDC juga merekomendasikan agar orang yang menerima vaksin Covid-19 harus dipantau selama 15 menit atau 30 menit jika memiliki riwayat alergi atau anafilaksis.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI