Suara.com - Para ahli menilai kecaman yang dikeluarkan, Facebook, Twitter, Instagram dan jejaring sosial lain terhadap Trump menjadi penyebab dari kerusuhan di gedung Capitol.
Mereka bertanya mengapa kecaman seperti itu tidak dilakukan jauh hari, mengingat Trump telah berulang kali melanggar aturan situs media sosial selama masa kepresidenannya.
Termasuk postingan Trump di mana tampaknya mendorong para pendukungnya mempertimbangkan adanya aksi kekerasan pada 6 Januari, yang terposting pada 19 Desember lalu.
Saat itu, dia menginstruksikan pengikutnya untuk berada di sana, akan menjadi liar!. Postingan itu tetap tayang di Twitter, dan telah dibagikan 75.000 kali.

Momen tersebut menghadirkan perhitungan bagi perusahaan media sosial yang selama bertahun-tahun terlalu "kendor" dengan penggunaan media sosial Trump dan para pendukungnya.
Chris Sacca, seorang selebriti kapitalis ventura yang merupakan investor awal di Twitter, termasuk di antara mereka yang secara pribadi menuduh mereka yang bekerja di perusahaan media sosial telah mendorong kekerasan.
"Tangan Anda berlumuran darah," tulisnya, menunjuk kepala eksekutif Twitter Jack Dorsey dan Mark Zuckerberg dari Facebook.
“Selama empat tahun Anda telah merasionalisasi teror ini. Menghasut pengkhianatan dengan kekerasan bukanlah latihan kebebasan berbicara. Jika Anda bekerja di perusahaan itu, itu juga ada pada Anda. Matikan itu," tegasnya dilansir laman Independent, Jumat (8/1/2021).
Tuduhan tanggung jawab datang dari mereka yang pernah bekerja di perusahaan juga. Mantan kepala petugas keamanan Facebook, Alex Stamos, mengatakan bahwa kedua perusahaan perlu menghapus akunnya.
Baca Juga: Unjuk Rasa Pilpres di DPR Amerika Serikat Ricuh, 13 Warga Diamankan
Insiden tersebut menunjukkan masalah yang lebih luas dengan industri teknologi, dan kegagalannya untuk mengatur dirinya sendiri.