Suara.com - Dewan Agama Islam Singapura (MUIS) mengatakan pada Minggu (13/12/2020) bahwa vaksin virus Corona (Covid-19) diizinkan digunakan oleh umat muslim.
"Kami akan menyarankan dan mendorong umat Islam untuk divaksinasi dan ketika vaksin tersebut secara medis dikonfirmasi aman dan efektif karena ini adalah kebutuhan dasar untuk melindungi nyawa dalam konteks pandemi global," kata MUIS.
MUIS mengatakan bahwa tujuan memperkenalkan vaksin Covid-19 dan proses yang terlibat dalam memproduksi vaksin, sebagian besar selaras dengan prinsip dan nilai Islam yang mapan.
MUIS juga mengatakan bahwa pandangan religius mengenai vaksin Covid-19 harus mengambil sikap yang lebih holistik, yang melampaui masalah kehalalan atau diperbolehkan bahan-bahannya.
Baca Juga: BPOM Diminta Transparan Soal Standarisasi Vaksin Sinovac, DPR: Jangan Asal!
Itu mengutip tiga aspek vaksin Covid-19 yang telah dipertimbangkan. Pertama, menganggap peran vaksin sebagai "kebutuhan kritis" untuk menyelamatkan nyawa.
"Oleh karena itu, vaksin menjadi sarana penting untuk menegakkan prinsip kesucian hidup manusia dan menghindari bahaya karena melindungi masyarakat dari efek berbahaya virus Covid-19," kata MUIS.
Kedua, MUIS mengatakan bahwa setiap vaksin Covid-19 harus tidak memiliki efek medis yang merugikan dan telah ditetapkan secara ilmiah, sehingga tidak akan membahayakan orang-orang yang menggunakan vaksin.
Ketiga, MUIS juga mempertimbangkan diperbolehkannya bahan yang digunakan dalam vaksin. Disebutkan bahwa ada situasi mengizinkan penggunaan zat yang tidak murni untuk pengobatan, sebagaimana dibuktikan dalam beberapa hadist nabi.
"Selain itu, zat tidak murni atau terlarang yang digunakan dalam proses hulu akan mengalami banyak lapisan proses kimia seperti penyaringan yang akan membuatnya tidak terdeteksi atau dapat diabaikan dalam hasil akhir produk," tambah MUIS.
Baca Juga: Ini 2 Skema Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia
Dilansir dari Channel News Asia, Senin (14/12/2020), dewan tersebut mengutip obat heparin yang menggunakan enzim dari babi dan vaksin rotavirus menggunakan tripsin.
"Dalam fiqh Islam, proses tersebut mirip dengan istihala, di mana substansi asli berubah bentuk dan sifatnya serta tidak lagi menjadi dilarang. Dalam situasi seperti itu, produk akhir obat atau vaksin dianggap diperbolehkan untuk digunakan oleh muslim," jelas MUIS.
Vaksin juga dapat sepenuhnya sintetis dan tidak mengandung komponen atau sel hewan, seperti dalam vaksin messenger RNA (mRNA) yang dikembangkan untuk Covid-19.
MUIS menambahkan bahwa tidak tepat untuk menerapkan aturan yang sama dalam konsumsi makanan dengan vaksin karena cara vaksin berinteraksi dengan tubuh mungkin berbeda.
Selain itu, obat-obatan dan vaksin biasanya jauh lebih terbatas dan membutuhkan waktu lebih lama untuk ditemukan, diproduksi, dan disebarluaskan karena proses yang rumit dan ketat dalam meneliti dan memproduksinya untuk penggunaan yang aman.
"Oleh karena itu, proses untuk menentukan apakah suatu vaksin halal dengan dasar semua bahannya halal, berdasarkan kriteria yang diterapkan pada konsumsi makanan saja, tidak memadai dan bisa menyesatkan," kata dewan tersebut.
MUIS menyebut, metode baru untuk menilai terapeutik dan vaksin harus diperlukan di mana perbedaan penting dapat dipertimbangkan dan diperhitungkan dengan cermat.
"Vaksin Covid-19 yang saat ini dalam pengembangan atau uji coba tidak menyimpang dari pertimbangan tersebut. Karena itu, kami memegang posisi bahwa vaksin Covid-19 diizinkan untuk digunakan oleh muslim," jelas MUIS.
Komite Fatwa akan meninjau dan menilai kesesuaian vaksin untuk penggunaan muslim jika itu secara fundamental berbeda dari prinsip-prinsip di atas.
Arahan MUIS tentang diperbolehkannya vaksin Covid-19 disambut baik Minister-in-charge of Muslim Affairs Masagos Zulkifli.
Awal bulan ini, Ministry of Health and Health Sciences Authority (HSA) mengatakan, sudah mulai mengevaluasi data yang diajukan oleh perusahaan bioteknologi Amerika Moderna tentang kandidat vaksinnya.