Pada tahun 1950-an, para ilmuwan menemukan tubuh seorang perempuan yang meninggal selama pandemi flu Spanyol pada 1918. Tubuh itu terkubur di lapisan es Alaska. Kemudian pada 1997, para ilmuwan berhasil memulihkan RNA virus untuk mengurutkan strain H1N1, virus yang erat kaitannya dengan penyebaran flu Spanyol.
Beberapa ilmuwan telah menyuarakan kekhawatiran serupa tentang mencairnya tubuh orang yang meninggal karena cacar.
Meski begitu, tidak ada jaminan pasti bahwa mikroba yang hidup kembali dapat menginfeksi manusia atau mamalia lain. Dilansir dari IFL Science, Kamis (3/12/2020), ada ancaman yang jauh lebih pasti ketika mencairnya lapisan es dan membangkitkan kehidupan mikroba.
![Global warming di Arktik, Kutub Utara. [Shutterstock]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/05/06/26768-global-warming-di-arktik-kutub-utara.jpg)
Saat jutaan mikroorganisme hidup kembali, bentuk kehidupan yang baru tersebut dapat mempengaruhi iklim. Jika dihidupkan kembali, maka jutaan mikroorganisme itu akan mulai bernapas dan melepaskan sejumlah besar karbon dioksida serta metana ke atmosfer.
Untuk memprediksi bagaimana hal itu dapat memengaruhi atmosfer dan iklim Bumi sangat rumit. Tetapi yang jelas, pencairan permafrost akan melepaskan sejumlah besar gas rumah kaca dan ini akan memperdalam krisis planet yang pada akhirnya menyebabkan lebih banyak lapisan es yang mencair.