Suara.com - Sebagian besar pasien virus Corona (Covid-19) mengembangkan pneumonia parah, yang dapat menyebabkan kerusakan pada paru-paru dan menyebabkan kematian. Dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan (AI), para dokter kini dapat mengetahui pasien mana yang paling berisiko mengembangkan pneumonia terkait Covid-19.
Algoritma pembelajaran mesin baru, dapat membantu para ahli mencari tahu dan melakukan intervensi lebih awal untuk menyelamatkan nyawa pasien tersebut.
Pendekatan pembelajaran mesin baru ini cenderung hanya mengandalkan pemindaian dada, untuk memprediksi siapa yang mungkin membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit. Algoritma akan mencari kelainan paru-paru saat pemindaian dan dapat mendeteksi pneumonia terkait Covid-19, sekitar 90 persen kasus.
Namun, pemindaian tersebut tidak dapat memberi tahu tentang seberapa parah kasus pneumonia dan siapa yang paling rentan.
Baca Juga: Sean Connery Pneumonia, Ternyata Ini Bisa Sebabkan Gagal Jantung!
Algoritma baru kemudian menggabungkan pemindaian dada dengan data non-pencitraan, seperti informasi demografis, tanda-tanda vital, dan kerja darah. Sejauh ini, para ahli dapat memprediksi kapan seseorang membutuhkan intervensi ICU.
Pendekatan tersebut hanya diuji menggunakan data kesehatan dari 295 pasien yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19 di Amerika Serikat, Iran, dan Italia. Pada tahap ini, teknologi mampu memprediksi hingga 96 persen dari semua kasus Covid-19 yang memerlukan perawatan di ICU.
"Sebagai praktisi AI, saya percaya pada kekuatannya. Ini benar-benar memungkinkan kami untuk menganalisis sejumlah besar data dan juga mengekstrak fitur yang mungkin tidak begitu jelas bagi penglihatan manusia," kata Pingkun Yan, insinyur dari Institut Politeknik Rensselaer, seperti dikutip Science Alert, Selasa (1/12/2020).
Alat pembelajaran mesin telah digunakan untuk menilai tanda mana yang paling mungkin, memprediksi kematian akibat Covid-19.
Temuan awal dari studi menunjukkan penggunaan ventilator dan kadar kalium adalah variabel non-pencitraan yang paling penting, meskipun kontributor lain juga telah diidentifikasi, seperti persentase limfosit, bilirubin total, kreatinin, dan kadar albumin.
Baca Juga: Aktor James Bond Meninggal Karena Pneumonia, Kenali Faktor Risikonya!
Sebuah penelitian bahwa menemukan data non-pencitraan saja, termasuk usia, demam, dan pernapasan abnormal, dapat memprediksi apakah pasien Covid-19 perlu dirawat di ICU.
Bagaimanapun, algoritma baru selangkah lebih maju. Ini mampu mengukur luas dan volume fitur paru-paru serta fokus pada fitur-fitur paling penting dalam memprediksi pneumonia terkait Covid-19. Tak hanya itu, ini pun menggunakan faktor kontekstual lain untuk memprediksi kasus mana yang akan berkembang menjadi paling parah.
"Sepengetahuan kami, ini adalah studi pertama yang menggunakan informasi holistik pasien termasuk data pencitraan dan non-pencitraan untuk prediksi hasil," klaim penulis penelitian yang telah dipublikasikan di Medical Image Analysis.
Tim ahli berharap dengan penyempurnaan lebih lanjut, teknologi tersebut dapat digunakan untuk menyaring pasien berisiko tinggi dengan pneumonia terkait Covid-19, yang memerlukan pemantauan dan perawatan intensif di masa mendatang.
Selain itu, teknologi AI itu juga mungkin akan berguna untuk mendeteksi penyakit pernapasan lainnya, bahkan ketika pandemi telah berakhir.