Mengintip Tim Ilmuwan di Balik Pengembangan Vaksin Covid-19 Oxford

Selasa, 24 November 2020 | 12:30 WIB
Mengintip Tim Ilmuwan di Balik Pengembangan Vaksin Covid-19 Oxford
Ilustrasi Oxford of University. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tim ilmuwan dari Universitas Oxford berhasil mengembangkan vaksin virus Corona (Covid-19) dengan efektivitas 90 persen. Lebih dari 24.000 sukarelawan terlibat dalam uji coba Tahap 3 vaksin Oxford di Inggris dan Brasil, di mana setengah di antaranya diberi vaksin dan sisanya diberi suntikan palsu.

Vaksin Oxford merupakan virus flu biasa yang direkayasa secara genetik dan digunakan untuk menginfeksi simpanse. Itu telah dimodifikasi untuk membuatnya lemah sehingga tidak menyebabkan penyakit pada manusia dan sarat dengan gen untuk protein lonjakan virus Corona, yang digunakan Covid-19 untuk menyerang sel manusia.

Di balik pengembangan vaksin yang sukses tersebut, terdapat lima kepala yang berjuang. Dilansir dari Dailymail, Selasa (24/11/2020), berikut ini lima ilmuwan yang mengembangkan vaksin Oxford:

1. Profesor Katie Ewer

Baca Juga: Gunakan Metode Tradisional, Begini Cara Kerja Vaksin AstraZeneca

Katie Ewer tidak pernah menyerah pada impiannya untuk berkarir di bidang biologi, meskipun tidak dapat mencapai nilai sekolah kedokteran.

Profesor Katie Ewer. [University of Oxford]
Profesor Katie Ewer. [University of Oxford]

Ewer mengambil mikrobiologi sebagai gantinya dan meskipun membenci bidang imunologi selama studinya, ia menyukai bidang penyakit menular.

Setelah menyelesaikan gelar PhD dalam bidang tersebut, Ewer bergabung dengan Jenner Institute di Universitas Oxford, tempat dia menghabiskan 13 tahun terakhir untuk mengerjakan vaksin malaria.

Ewer sekarang menjadi ilmuwan senior di Jenner Institute yang mengembangkan vaksin dan melakukan uji klinis untuk penyakit termasuk malaria, tuberkulosis, dan ebola.

Meski begitu, Ewer tidak menyangkal bahwa pekerjaan mengembangkan vaksin membuatnya stress. Namun ia mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya dengan cara berhenti menggunakan media sosial,

Baca Juga: Susul Moderna dan Pfizer, Vaksin Covid-19 AstraZeneca 90% Disebut Efektif

2. Sarah Gilbert

Sarah Gilbert adalah ahli vaksinasi Inggris dan Profesor Vaksinologi di Universitas Oxford. Gilbert memiliki pengalaman lebih dari 25 tahun di bidangnya dan sebelumnya memimpin pengembangan serta pengujian vaksin flu universal, yang menjalani uji klinis pada 2011. Ia tidak hanya sibuk bekerja sebagai ilmuwan, namun juga merupakan ibu rumah tangga dari anak kembar tiga.

Lahir pada April 1962, Gilbert bersekolah di Kettering High School, sebelum kuliah di University of East Anglia, tempat ia belajar ilmu biologi dan kemudian kuliah di University of Hull untuk mendapatkan gelar doktornya.

Gilbert mengambil peran di Gloucestershire, Nottinghamshire, dan Leicestershire sebelum bergabung dengan laboratorium milik Adrian Hill, seorang ahli vaksinasi Irlandia, di mana ia melakukan penelitian tentang malaria. Keduanya kemudian terlibat dalam perusahaan bioteknologi spin-off Universitas Oxford, Vaccitech.

Dia diangkat menjadi Profesor di Jenner Trust yang berbasis di Oxford pada tahun 2010 dan mulai mengerjakan penelitian untuk vaksin flu universal, yang menjalani uji klinis pada 2011.

Penelitiannya pada lelaki berusia 58 tahun pada vaksin Covid-19 kali ini telah membuatnya mendapatkan tempat di 'Science Power List' versi The Times pada Mei 2020.

3. Adrian Hill

Adrian Hill adalah seorang ahli vaksinasi Irlandia dan direktur dari Jenner Institute. Dibentuk pada November 2005, institut tersebut dinamai Edward Jenner, diambil dari nama penemu vaksinasi.

Adrian Hill. [University of Oxford]
Adrian Hill. [University of Oxford]

Lahir di Dublin, Irlandia, pada 1958, Profesor Hill bersekolah di Belvedere College di Dublin untuk sekolah menengah.

Ia kemudian melanjutkan untuk belajar kedokteran di Trinity College di Dublin, sebelum pindah ke Magdelan College di Oxford, tempat di mana ia menyelesaikan sisa gelar kedokterannya.

Profesor Hill lalu bergabung dengan amal Wellcome Trust dan pada 2014, dia memimpin uji klinis vaksin untuk ebola setelah wabah di Afrika.

Menurut New York Times, Profesor Hill menjadi tertarik dengan vaksin pada awal tahun 1980-an, ketika dia mengunjungi seorang paman pendeta yang bekerja di sebuah rumah sakit di Zimbabwe.

4. Andrew Pollard

Andrew Pollard adalah direktur kelompok vaksin Oxford. Ia juga seorang Profesor infeksi dan kekebalan anak di Universitas Oxford, dokter spesialis anak konsultan kehormatan di Rumah Sakit Anak Oxford, dan Vice Master di St Cross College, Oxford.

Setelah memperoleh gelar kedokterannya di St Bartholomew's Hospital Medical School di University of London pada 1989, ia menjalani pelatihan pediatri di Rumah Sakit Anak Birmingham.

Profesor Pollard kemudian mengkhususkan diri dalam Penyakit Menular Anak di Rumah Sakit St Mary, London, Inggris dan di Rumah Sakit Anak British Columbia, Vancouver, Kanada.

Sejak tahun 2016, ia telah menjadi anggota komite SAGE Organisasi Kesehatan Dunia untuk Imunisasi. Ia juga telah menerbitkan 46 makalah di bidangnya dan telah membimbing 37 mahasiswa PhD.

Makalah terbitannya mencakup lebih dari 500 manuskrip dan buku tentang berbagai topik di bidang pediatri dan penyakit menular.

5. Teresa (Tess) Lambe

Teresa Lambe adalah seorang profesor dan penyelidik di Jenner Institute. Dia memiliki pengalaman sebelumnya bekerja dalam penelitian vaksin, termasuk ebola, flu biasa, dan MERS.

Teresa Lambe. [University of Oxford]
Teresa Lambe. [University of Oxford]

Profesor Lambe dibesarkan di County Kildare, Irlandia, dan melanjutkan studi farmakologi dan genetika molekuler di University College Dublin, sebelum pindah ke Universitas Oxford pada 2002.

Di luar pekerjaannya, ia suka menghabiskan waktu bersama suami dan anak-anaknya, sesuatu yang menurutnya tidak banyak waktu untuk dilakukannya tahun ini.

Profesor Lambe mengatakan bahwa ia menyukai sains dan beruntung dapat melakukan sesuatu yang konstruktif dalam pandemi ini. Ia mengaku ingin terus membantu orang dan mengerjakan vaksin.

Selain lima orang yang memimpin uji coba vaksin, terdapat beberapa ilmuwan di balik proyek tersebut serta ribuan sukarelawan yang bersedia membantu dalam pengembangan vaksin.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI