Waduh! Ilmuwan Peringatkan Rapid Test Covid-19 Kurang Akurat

Senin, 16 November 2020 | 13:30 WIB
Waduh! Ilmuwan Peringatkan Rapid Test Covid-19 Kurang Akurat
Ilustrasi pengambilan sampel darah melalui rapid test. [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Para ilmuwan melaporkan bahwa rapid tes atau tes cepat virus Corona (Covid-19) yang menggunakan metode tusuk jari (finger-prick), secara signifikan kurang akurat daripada penelitian sebelumnya yang diberi tahu.

Rapid Test AbC-19 yang dikembangkan para profesional kesehatan di Inggris dan Uni Eropa berfungsi mencari antibodi, yang mampu melawan virus dalam setetes kecil darah melalui tusukan jari dan dapat memberi hasil hanya dalam 20 menit, tanpa memerlukan peralatan laboratorium khusus.

Tes ini diberikan agar petugas kesehatan dapat dengan cepat dan mudah menjalankan tes di publik di tempat perawatan dan menerima hasil secara langsung, sehingga bisa memberikan wawasan tentang berapa banyak orang di populasi yang memiliki antibodi terhadap Covid-19.

Tes itu juga disertai oleh hasil positif dari studi validasi ekstensif yang didanai oleh UK-Rapid Test Consortium, badan yang mewakili perusahaan komersial, termasuk Abingdon Health dan Omega Diagnostics, yang mengembangkan AbC-19.

Baca Juga: Aman Bepergian, Peta Ini Dapat Lacak Risiko Infeksi Covid-19

Ilustrasi virus Corona Covid-19. (Shutterstock)
Ilustrasi virus Corona Covid-19. (Shutterstock)

Studi yang dipimpin oleh para ilmuwan dari Universitas Ulster di Irlandia Utara itu tersedia untuk umum tetapi statusnya masih menunggu tinjauan sejawat.

Rapid Test AbC-19 secara efektif ditemukan tidak akan memberikan hasil positif palsu dengan spesifitas 100 persen. Kemampuannya lebih berfokus untuk mengidentifikasi sampel negatif dengan benar, daripada memberikan hasil negatif palsu.

Penelitian Ulster juga menemukan bahwa sensitivitas tes tersebut sebesar 97,7 persen. Namun, dalam penelitian independen baru menunjukkan AbC-19 memberikan hasil yang berbeda secara signifikan dalam hal akurasi tes tusuk jari.

Tim ilmuwan dari Universitas Bristol, Cambridge, dan Warwick menganalisis sampel darah dari 2.847 pekerja kesehatan dan 268 di antaranya sebelumnya memberikan hasil PCR positif Covid-19, sementara 2.579 petugas memiliki status infeksi sebelumnya yang tidak diketahui. Tim ahli juga menguji sampel dari 1.995 donor darah yang diambil sebelum pandemi.

Hasil penelitian baru menunjukkan spesifisitas AbC-19 adalah 97,9 persen dan sensitivitasnya 92,5 persen, tetapi dapat turun serendah 84,7 persen dalam kasus di mana status infeksi sebelumnya sama sekali tidak diketahui.

Baca Juga: Ada Fosil Misterius Reptil Terbang, Ditemukan Tertimbun Sisa Tulang Hiu

Perbedaan hasil antara kedua penelitian tersebut kemungkinan menunjukkan perbedaan dalam cara kedua kelompok menguji AbC-19, tapi kelompok ilmuwan Ulster disebut tidak memberikan gambaran yang sejelas mungkin tentang keakuratan tes.

"Penelitian Ulster memilih orang positif yang diketahui telah dites positif untuk antibodi terhadap Covid-19 dalam tiga tes lain dan memilih orang negatif yang diketahui telah dites negatif dalam tiga tes yang sama. Pilihan standar referensi yang relatif ekstrim seperti itu kemungkinan besar melebih-lebihkan keakuratan uji AbC," kata Dipender Gill dan Mark J Ponsford, dua ahli klinis yang memberi komentar tentang penemuan penelitian baru.

Penelitian lebih lanjut oleh Ranya Mulchandani dari UK Field Epidemiology Training Program, juga menemukan satu dari lima petugas kesehatan yang dites positif dengan AbC-19 akan menjadi positif palsu.

Meskipun tidak ada tes yang sempurna untuk Covid-19, namun para ahli memperingatkan akurasi yang dilaporkan dari tes AbC-19 adalah hal yang harus diperhatikan semua orang.

"Data baru ini sangat berguna di tingkat kesehatan masyarakat. Jika kami tahu berapa banyak kasus yang hilang dari tes tersebut dan berapa banyak yang salah menyebut positif, kami dapat menyesuaikan perkiraan populasi kami tentang infeksi sebelumnya," kata Eleanor Riley, ilmuwan penyakit menular dari Universitas Edinburgh, seperti dikutip Science Alert, Senin (16/11/2020).

Ilustrasi rapid test (Unsplash)
Ilustrasi rapid test (Unsplash)

Namun, Departemen Kesehatan & Perawatan Sosial Inggris (DHSC) menegaskan bahwa temuan baru ini tidak menjadi masalah untuk tujuan penggunaan AbC-19 yang dapat memantau infeksi sebelumnya di populasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI